Senin, 09 Januari 2012

Kala Jokowi Ber-Kiat Esemka


Kala Jokowi Ber-Kiat Esemka
Iman Sugema, EKONOM
Sumber : REPUBLIKA, 9 Januari 2012


Tahukah Anda, ketika Jokowi sang Wali Kota Solo memesan mobil buatan anak-anak SMK maka saya pun ingin ikut pesan.  Alasan saya sederhana saja: itu pasti mobil bagus.  Kok bisa sampai pada kesimpulan itu tanpa menelisik secara teknis mobil tersebut?

Jokowi bukan sekadar wali kota.  Ia pernah menjadi pengusaha dengan pergaulan yang luas.  Berbagai jenis kendaraan pasti telah ia tunggangi.  Tak sulit baginya untuk membedakan mana mobil bagus dan tidak.  Dari mulai tampilan eksterior sampai pernak-pernik interior pasti sudah ia nilai. 

Dan, ternyata benar.  Mobil Kiat Esemka adalah mobil yang sangat fenomenal.  Bodinya tampak gagah dan cukup trendi.  Pengerjaan interior sangat apik, tak kalah dengan mobil-mobil buatan Jepang maupun Eropa.  Kabin cukup lega untuk memuat aa, teteh, papah, mamah, om, dan tante.  Cocok dibawa keliling kota, keluar masuk gedung bertingkat sambil memakai dasi maupun mengarungi jalan becek di perdesaan.  Ini betul-betul mobil keluarga Indonesia, Bung! 

Ini bukan apakah Jokowi punya motif politik atau sekadar mencari sensasi dan popularitas.  Ini lebih merupakan bagaimana cara kita mengapresiasi kemampuan dan kreativitas anak-anak bangsa yang dengan fasilitas seadanya mampu membuat sesuatu yang sejajar dengan kemampuan perusahaan-perusahaan besar skala internasional.  Ini juga merupakan cara kita untuk menyadari diri sendiri bahwa kita memiliki kemampuan.

Ini juga bukan tentang ambisi untuk menggulirkan kembali proyek mobil nasional.  Kita memang memiliki pengalaman buruk dengan mobnas.  Di zaman Orde Baru dahulu, proyek mobnas dirintis dengan menghina akal sehat.  Mobil bikinan Korea ditempeli merek dagang domestik supaya kelihatan sebagai mobil buatan dalam negeri.  Itu adalah cara paling bodoh dan mengelabui akal sehat.

Kiat Esemka jauh dari praktik yang mirip lelucon seperti itu.  Ia dibangun bukan atas tipu daya.  Ia dikembangkan dengan menggunakan kecerdasan dan keterampilan.  Ia tidak lahir dari sebuah kegiatan 'mroyek' atau perburuan rente.  Anak-anak SMK itu didorong oleh keinginan yang luhur untuk mengasah kemampuan mereka sendiri.  Ini bukan mobnas bung, tapi ini betul-betul mobil Esemka.  Karena itu, saya lebih bangga kalau mobil ini tetap disebut sebagai Kiat Esemka.  Tanpa embel-embel mobnas lho.

SMK sampai saat ini masih diberi stigma sebagai sekolah yang inferior dibanding SMA umum.  Yang masuk ke situ dianggap memiliki masa depan suram alias madesu.    Padahal, kalau dari sudut pandang filosofi pendidikan SMK merupakan sekolah yang mencakup domain yang paripurna. Tiga domain pendidikan diperkenalkan secara simultan, yakni afektif, kognitif, dan psikomotorik. 

Di lain pihak, SMA merupakan sistem pendidikan yang pincang karena hanya bertumpu pada dua domain saja, yakni afektif dan kognitif.  Jadi secara teoretis, SMK mestinya merupakan sekolah yang lebih unggul.  Saya kira, langkah Jokowi sebaiknya dimaknai sebagai upaya penyadaran pada masyarakat bahwa SMK merupakan sekolah unggulan. 

Sekarang bagaimana caranya kita mengangkat 'derajat' SMK?  Coba kita bayangkan kalau di seluruh Indonesia ada seribu SMK negeri maupun swasta yang mampu memproduksi mobil setiap bulan masing-masing 10 unit.  Dalam satu tahun dapat diproduksi 120 ribu unit atau lebih dari 10 persen dari penjualan mobil tahun lalu. 

Angka ini kelihatan cukup fantastis dan tanpa disadari sebenarnya bangsa ini sudah memiliki 'pabrik' mobil.  Dan, ini merupakan pekerjaan yang 'enteng' buat para siswa SMK karena hanya memproduksi satu unit setiap tiga hari.  Dengan cara yang sama, kita juga bisa memproduksi kulkas, televisi LCD, ataupun handphone ala SMK.  Tak terbayang efeknya bukan?

Sebagai langkah awal, harus ada investor lokal berskala menengah yang mau merintis usaha di bidang ini.  Tujuannya adalah mengintegrasikan kira-kira 10 sampai 20 SMK di Solo dan sekitarnya menjadi percontohan sentra produksi otomotif.   Ini bukanlah mimpi karena pada kenyataannya perusahaan multinasional telah lama mengaplikasikan production networking yang tercerai berai di seluruh penjuru dunia.  Yang diperlukan sekarang adalah pengusaha dan orang yang mampu menangani masalah manajerial yang jauh lebih kompleks dari masalah membentuk bodi dan merangkai mesin mobil. 

Siapakah pengusaha itu?  Pastinya banyak yang bersedia.  Saratnya hanya satu: nggak usah pakai dana APBN atau APBD ya.  Maksudnya biar pengusaha itu sejak dari awal sudah berhitung untung rugi dan segala risikonya ditanggung sendiri tanpa fasilitas dari pemerintah.  Toh selama ini Kiat Esemka dibuat tanpa dimanjakan oleh fasilitas.  Siapa tahu Anda tertarik ide ini? Selamat mencoba.  Sukses untuk kita semua.  Something big always starts from small things.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar