Sabtu, 01 Mei 2021

 

Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Edy Sutrisno Sidabutar ;  Peneliti Ketenagakerjaan

KOMPAS, 30 April 2021

 

 

                                                           

Berkurang hingga separuhnya dari sebelumnya. Itulah besaran uang pesangon bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja, dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

 

Sebagai contoh, PHK dengan alasan efisiensi. Dalam ketentuan lama (UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan), pekerja berhak mendapat uang pesangon sebesar 18 bulan upah dengan masa kerja 10 tahun. Sementara dalam PP No 35 Tahun 2021 hanya mendapat sebesar sembilan bulan upah. Hal yang sama berlaku untuk PHK dengan alasan perusahaan pailit, rugi, atau tutup.

 

Tampaknya, bayangan pekerja terhadap kompensasi PHK juga mesti berubah. Jika dalam ketentuan lama, kompensasi PHK bisa dijadikan semacam ”tabungan masa depan” buat pekerja dan keluarganya, kini bayangan seperti itu harus dibuang jauh.

 

Setiap pekerja kini harus lebih pintar-pintar mengelola upah yang diterima rutin setiap bulannya sehingga memiliki kesiapan jika sewaktu-waktu terjadi peristiwa PHK oleh sebab apa pun.

 

Tentu saja itu tidak mudah. Terutama bagi pekerja di sektor industri padat karya yang umumnya berpenghasilan sebatas upah minimum. Bahkan, tidak jarang yang di bawah itu.

 

Beruntung masih terdapat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Lewat PP No 37 Tahun 2021 tentang Jaminan Kehilangan Pekerjaan, pekerja yang kehilangan pekerjaan akan mendapatkan jaminan sosial berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja.

 

Pekerja yang mengalami PHK berhak mendapatkan manfaat uang tunai selama enam bulan, yakni sebesar 45 persen dari upah sebulan selama tiga bulan pertama, dan 25 persen dari upah sebulan untuk tiga bulan berikutnya.

 

Meski namanya jaminan kehilangan pekerjaan, tidak berarti setiap pekerja yang kehilangan pekerjaan berhak mendapatkan manfaat JKP. Pekerja yang kehilangan pekerjaan disebabkan meninggal dunia, memasuki usia pensiun, mengundurkan diri, dan cacat total dikecualikan dari program ini.

 

Walhasil, program JKP hanya dapat dinikmati pekerja yang diproyeksikan masih akan bekerja atau masih memiliki kemampuan untuk bisa bekerja kembali. Itu sebabnya, manfaat JKP bersifat kumulatif. Manfaat uang tunai, akses terhadap pasar kerja, dan pelatihan kerja diberikan dalam satu paket. Juga disyaratkan penerima manfaat JKP harus bersedia untuk bekerja kembali (Pasal 19 PP No 37 Tahun 2021).

 

Menjadi aneh dan ambigu jika pekerja yang mengundurkan diri juga ikut dikecualikan sebagai penerima manfaat JKP sebab pekerja yang mengundurkan masih berpotensi untuk bekerja kembali. Demikian juga pekerja yang mengalami cacat total tetap. Masih terbuka kemungkinan bekerja untuk jenis pekerjaan tertentu.

 

Perlu penyempurnaan

 

Secara konsep, jaminan sosial bagi pekerja korban PHK tentu saja cukup baik. Manfaat berupa uang tunai selama enam bulan paling tidak sementara waktu dapat menopang kebutuhan hidup pekerja dan keluarganya hingga mendapatkan pekerjaan baru. Meski demikian, pengaturan syarat dan ketentuan JKP dalam PP No 37 Tahun 2021 sepertinya terburu-buru. Sekadar memenuhi tenggat tiga bulan sejak UU Cipta Kerja (UU No 11 Tahun 2020) disahkan. Untuk itu perlu disempurnakan.

 

Manfaat JKP sebaiknya bersifat alternatif atau opsional, bukan kumulatif. Setiap pekerja yang kehilangan pekerjaan semestinya dapat menikmati satu atau lebih dari tiga manfaat JKP. Tergantung penyebab pekerja kehilangan pekerjaan.

 

Pekerja yang meninggal dunia tentu saja hanya kebagian manfaat uang tunai buat ahli warisnya. Demikian juga dengan pekerja yang mengalami cacat total dan sama sekali tidak memungkinkan untuk melakukan aktivitas bekerja.

 

Pekerja yang mengundurkan diri seharusnya tetap mendapatkan manfaat JKP karena masih memiliki kemampuan untuk bekerja kembali. Lagi pula, dalam banyak kasus, pekerja yang mengundurkan diri juga disebabkan perselisihan hubungan industrial dengan pengusaha.

Pekerja kontrak

 

Pemberian manfaat JKP bagi pekerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT) juga perlu disempurnakan. Pembatasan manfaat JKP hanya bagi pekerja kontrak yang di-PHK di tengah jalan jelas-jelas ketentuan yang ambigu. Juga tidak sejalan dengan maksud dan tujuan program JKP.

 

Pekerja kontrak, baik yang di-PHK di tengah jalan maupun yang berakhir sesuai jangka waktu PKWT, sama-sama berkepentingan untuk bekerja kembali sehingga memenuhi syarat masuk program JKP.

 

Lagi pula, pekerja kontrak yang hubungan kerjanya berakhir sesuai jangka waktu PKWT ataupun yang diakhiri di tengah jalan pada dasarnya sama-sama mendapatkan uang kompensasi (Pasal 17 PP No 35 Tahun 2021) sehingga tidak beralasan jika diperlakukan berbeda untuk program JKP.

 

Program JKP ini justru berpotensi lebih menguntungkan bagi pekerja yang di-PHK karena melakukan kesalahan serius atau melakukan tindak pidana. Dengan manfaat uang tunai selama enam bulan, jelas-jelas jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan nilai pesangon dalam PP No 35 Tahun 2021. Yang penting, pengajuan manfaat JKP tidak melewati batas waktu yang ditentukan, yakni paling lama tiga bulan setelah terjadinya PHK.

 

Syarat telah membayar iuran selama satu tahun atau paling singkat selama enam bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK menjadikan manfaat JKP baru dapat dinikmati pekerja pada tahun mendatang.

 

Jika program JKP juga dimaksudkan sebagai bentuk kompensasi atas berkurangnya nilai kompensasi PHK dalam PP No 35 Tahun 2021, sudah tepat jika syarat dan ketentuan penerima manfaat JKP dalam PP No 37 Tahun 2021 direvisi.

 

Per definisi, JKP disebutkan sebagai jaminan sosial kepada pekerja yang mengalami PHK. Syarat dan ketentuan penerima manfaat JKP semestinya tidak boleh mengurangi hakikat JKP dimaksud.

 

Tersedia cukup waktu bagi pemerintah untuk segera menyempurnakan PP No 37 Tahun 2021 sehingga program JKP sesuai maksud dan tujuan semula. Jaminan sosial bagi korban PHK. Tanpa terkecuali. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar