Kelembagaan
PTN Badan Hukum
Yonvitner ;
Tim Sekber PTN Badan Hukum; Dosen IPB
|
MEDIA
INDONESIA, 04 Februari 2017
BERBAGAI
pandangan, yang saat ini muncul, bukan hanya karena pemerintah gagal paham
dengan kerangka tujuan akhir Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH),
tetapi lebih karena ketiadaan peta jalan PTNBH. Status PTNBH, walau terlalu
dini untuk disebut sebagai sebuah langkah maju PTN berkelas dunia (world class university), kita
optimistis keberadaan PTNBH akan mampu mengangkat status PTN Indonesia secara
keseluruhan. PTN berbadan hukum saat ini masih mendominasi dalam urutan PT
berkualitas dan menjadi andalan pemerintah untuk bersaing di tingkat global.
Tujuh
PT terbaik Indonesia saat ini versi QS World University Rangking masih
ditempati 7 PTNBH, dari 11 PTNBH yang sudah ada di Indonesia. UI dalam posisi
325 dunia (67 Asia), ITB 401-410 dunia (86 Asia), UGM 501-550 dunia (105
Asia), Unair 701+ dunia (190 Asia), IPB 701+ dunia (191 Asia), Undip 701+
dunia (231-240 Asia), dan ITS 701+ dunia (251-300 Asia).
Walaupun
rangking bukan segalanya, sekadar untuk dimengerti oleh orang awam sekalipun,
bahwa ini bisa menjadi petunjuk urutan dari PT terbaik di RI yang mampu
bersaing dengan PT lainnya di dunia. Sebagai kekhususan, setidaknya ada 3
institut yang memiliki kekhasan program pendidikan, yaitu ITB, IPB, ITS
bersaing bersama universitas lainnya di Asia dan dunia dalam urutan 701+
dunia.
Untuk
menjadi sebuah PT dunia tentu tidak mudah. Karena banyak yang harus dibenahi
secara fundamental, baik kurikulum, kualitas riset dan publikasi, SDM, serta
kemampuan adaptasi alumni dengan lingkungan kerja dan pasar tenaga kerja yang
semakin global.
PTNBH
masih menjadi referensi dalam memperkuat SDM bangsa ini. Berbagai inovasi
yang saat ini menjadi tren juga lahir dari para mahasiswa, dosen, dan SDM
PTNBH juga menjadi andalan nasional untuk bersaing merebut kompetisi global.
Fakta-fakta ini seharusnya dapat ditangkap oleh pemerintah secara baik, bahwa
kontribusi PTNBH terhadap pendidikan Indonesia tidak kecil.
PTNBH
seharusnya dipandang sebagai sebuah aset yang mampu mengangkat level
pendidikan Indonesia sejajar dengan PT dunia. Berbagai persoalan yang
dihadapi PTNBH saat ini harus mampu difasilitasi pemerintah dengan merumuskan
peta jalan terbaik.
PR tertunda
Kehadiran
PTNBH bukanlah sesuatu yang tiba-tiba karena sudah dipikirkan para
pengagasnya lebih dari 10 tahun lalu. Evolusi terminologi mulai dari PT BHMN,
PT BLU, sampai saat ini menjadi PTNBH ialah bagian dari upaya mencari format
terbaik untuk mendudukkan PTN Indonesia itu pada posisi kompetitif,
produktif, dan dapat diandalkan. Namun, evolusi itu, belum diikuti evolusi
pengelolaan yang makin baik.
Persoalan
yang saat ini terjadi, bahkan semakin kritis yang seharusnya diselesaikan terlebih
dahulu. Pemisahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Pendidikan
Tinggi harus menjadi momentum pembenahan yang berimbang pada PTN, PTNBH, dan
PTS. Namun, kenyataannya belum terlihat langkah progresif untuk menumbuhkan
daya saing itu. Ironinya, PTNBH dituntut berkontribusi besar untuk pencapaian
target pendidikan, kualitas pendidikan, dan bahkan menjawab persoalan bangsa
yang semakin komplek, tanpa landasan filosofi kerja memadai.
Kalau
diteras, persoalan saat ini berpotensi menghambat daya saing PT Indonesia
dalam kontek PTNBH, di antaranya SDM, mekanisme pengelolaan keuangan dan
aset. Keberadaan SDM PTNBH sudah terdefenisi dengan baik dalam UU No 5/2014
tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). PNS adalah warganegara RI yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat
pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan. Fakta empiris saat
ini PNS yang ditempatkan pada PTNBH diangkat, dibina, dan diberhentikan oleh
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Perpres
No 32/2016 tentang Tunjangan kinerja pegawai dalam Lingkungan Kementerian
Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa PNS
yang ditempatkan pada seluruh PTNBH saat ini ditetapkan oleh Menteri Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada suatu jabatan tertentu dan bekerja
secara penuh.
Konteks
di atas tentu sangat berbeda dengan maksud keberadaan SDM PTNBH yang
disebutkan dalam PP No 9/2003 pasal 1 ayat (7) bahwa PNS yang
diperbantukan/dipekerjakan adalah PNS yang melaksanakan tugas di luar
instansi induknya yang tunjangannya dibebankan pada instansi yang menerima
perbantuan. Jika ini kemudian diacu sebagai sebuah mekanisme pengelolaan SDM
PTNBH oleh lembaga pembina, merupakan bentuk pemahaman yang keliru dan harus
diluruskan, sesuai dengan UU No 5/2016 dan perpres No 32/2016.
Karena
diperbantukan itu juga bermakna di luar institusi kementerian riset,
pendidikan tinggi, sehingga Perpres No 138/2015 Pasal 3 ayat 1 dan Perpres
32/2016 Pasal 3 ayat 1 yang menyatakan tunjangan kinerja sebagaimana dimaksud
pasal 2, tidak diberikan kepada pegawai pada PTNBH (yang juga PNS pada
Kementerian Risek Dikti) lahir dari pemaknaan yang keliru terhadap SDM PTNBH
dan harus dikoreksi.
Dalam
konteks kelembagaan, secara jelas dapat dipahami bahwa PTNBH merupakan
organisasi di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
yang otonom mengelola kegiatan akademik dan nonakademik. Ini sejalan dengan
PP No 4/2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan PT
bahwa PT terdiri atas PTN, PTNBH, dan PTS.
Sejalan
dengan itu pemerintah harus menyiapkan kelembagaan pengelolaan PTBHN secara
khusus. Karena secara filosofi, PTNBH memiliki kekhasan dalam pengembangan
keilmuan dan pendidikan, pengelolaan aset dan sumber daya, serta kerja sama
dan riset. Keunikan dan kekhususan inilah yang saat ini menjadi kekuatan
PTNBH bersaing dengan PTN lainnya di dunia.
Misunderstanding
terhadap keberadaan PTNBH yang mempersepsikan PTNBH sejajar dengan BUMN juga
keliru. PTNBH tidak mengalami perubahan konsep bisnis pendidikan dari
services oriented menjadi profit oriented.
Peta jalan
Untuk
menjadi PT yang berdaya saing, keberadaan PTNBH harusnya diapresiasi dengan
penguatan SDM yang unggul dan kompetitif.
Pendanaan
riset harus ditingkatkan yang berbasis kinerja dan inovasi. Luncuran dana
Rp5 miliar-Rp10 miliar belum memadai untuk menghasilkan riset yang
berkualitas dan berkesinambungan. Riset bukan sambilan, tetapi adalah pondasi
dasar masa depan bangsa. Pada sisi lain pemerintah harus memperkuat sistem
pengelolaan PTNBH dengan dukungan kelengkapan organisasi dan legalitas. Untuk
menjamin ini, maka kelembagaan pengelolaan PTNBH di Kementerian Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi harus jelas.
Perbedaan
mekanisme pengelolaan yang terjadi saat ini harusnya bisa dihindari jika ada
embrio lembaga yang memiliki kemampuan dan pemahaman dalam mengembangkan
PTNBH. Kelembagaan ini sebaiknya langsung di bawah koordinasi kementerian.
Jika kondisi saat ini dibiarkan, bukan tidak mungkin yang terjadi adalah
dis-incentive dan lebih parah penurunan kualitas pendidikan tinggi di
Indonesia. Pemerintah harus bergerak cepat, tepat, dan terukur menyingkapi
ini dengan menyusun peta jalan pengelolaan PTNBH. Tidak ada kata terlambat,
karena sesungguhnya kita sedang berproses menjadi bangsa dengan SDM yang siap
berkompetisi di level dunia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar