Cerita
Hidup
Samuel Mulia ; Penulis Kolom PARODI Kompas Minggu
|
KOMPAS, 05 Februari 2017
Izinkanlah
saya mengajukan sebuah pertanyaan kepada bapak, ibu, saudara, saudari
sekalian. Apakah untuk membuat hidup ini lebih hidup, Anda melakukan sesuatu
aktivitas yang bisa dikategorikan tidak baik?
Bab 1
Mengapa
pertanyaan ini saya ajukan, bukan karena saya bermaksud menyindir, bukan juga
untuk menyusahkan hari Minggu Anda agar saya mendapatkan sebuah data. Saya
sungguh bingung dan terenyuh setelah satu minggu yang lalu mendengar cerita
kalau ada seorang ibu yang memilih menghancurkan dirinya sendiri dengan cara
yang kalau saya tuliskan, pasti sama seperti saya, Anda akan terenyuh sambil
geleng kepala.
Beberapa
hari kemudian, kebingungan saya bertambah saat saya makan siang bersama rekan
kantor setelah melakukan presentasi. Tempat makan siang kami menempati sebuah
ruko yang lumayan panas di tengah hari yang mendung. Dan suasana menjadi
semakin panas ketika mendengar cerita bahwa ada manusia yang mencari nafkah
dengan menjadi hater.
Waktu
saya menceritakan cerita kedua ini kepada beberapa rekan kerja di kantor,
mereka malah sudah tak heran lagi. "Ada banyak banget, Mas." Selama
ini saya berpikir kalau ada banyak hater, itu memang karena manusianya saja
senang jadi hater, bukan karena mereka dibayar untuk itu.
"Kamu
mau? Udah pas tuh. Mulut gak sekolahan, suka iri hati, terus gampang banget
dikomporin," kata suara nurani penuh belati itu. Seperti berkali-kali
saya tuliskan, nurani saya itu selalu mengambil kesempatan emas untuk
menyindir.
Setelah
mendengar dua cerita di atas, saya mengajukan pertanyaan mengapa saya memilih
mewarnai perjalanan hidup ini dengan berbuat ketidakbaikan? Mengapa saya
menyusun sebuah cerita kehidupan menjadi hater, menjadi pengguna narkoba
kelas berat, menjadi istri yang juga melacurkan diri.
Menjadi
manipulator, menjadi agen kerusuhan, agen penyebar rasa takut, menjadi
simpanan dan mengganggu kesejahteraan rumah tangga orang lain tanpa merasa
bersalah, menjadi pedagang barang palsu. Ya tas palsu, ya obat palsu, ya oli
palsu. Semuanya palsu.
Menjadi
tukang palak, menjadi endorser yang mengelabui jutaan orang, menjadi sopir
angkot yang tidak tertib, menjadi karyawan yang maling, menjadi manusia yang
mudah sekali dibakar bahkan hanya dengan bensin yang hanya setetes, menjadi
perampas hak orang.
Bab 2
Menjadi
hakim yang tidak adil, menjadi pembuat laporan palsu hanya untuk menjerat dan
menjadikan sesamanya sebagai kambing hitam, menafkahi diri sendiri dan
seluruh keluarga, serta menyumbang dengan uang yang didapat dengan menjadi
koruptor atau penjual manusia.
Seingat
saya, saya pernah menulis bahwa banyak dari teman- teman saya menjadi pembaca
setia kolom ini karena menurut mereka, tulisan saya itu seperti belati, menghujam
dan nyinyir. "Menyetrum," kata seorang teman.
Tetapi,
sekarang, banyak dari mereka tidak lagi membaca kolom ini karena menurut
mereka tulisan saya sudah membosankan. Mau tahu alasannya? "Tulisan elo
sekarang kurang gereget, kurang jahat. Kurang silet, cinnn.."
Gara-gara
itu saya mulai berpikir, apakah membuat hidup semakin hidup itu adalah
melalui kejahatan? Melalui sesuatu yang seperti silet, yang membuat berdarah.
Baik itu melalui tulisan maupun dengan belati yang menghabisi nyawa orang?
Apakah
untuk membuat hidup lebih hidup itu saya sukanya disetrum. Makin tinggi
sengatannya, makin tinggi kenikmatan yang dirasakan. Begitu? Mengapa saya
memilih sebuah eksekusi yang menyengsarakan diri dan orang lain, hanya agar
sebuah kehidupan menjadi benar-benar tidak membosankan?
Saya
sering mendengar ucapan macam ini. "Elo gak seru ahhh. udah deh sekali
ini aja. Kan gak tiap hari." Ucapan itu selalu dihadirkan ketika
seseorang menolak mabuk, menolak tak sadarkan diri, menolak sesuatu yang
tidak baik. Sejujurnya pernahkah Anda merasa bosan bergaul dengan orang baik?
Pernahkan Anda merasakan bahwa yang baik memang benar-benar tak ada
geregetnya?
Apakah
karena yang benar akan menelanjangi ketidakbenaran sehingga gereget dan
setrumnya tak bisa dirasakan lagi? Mungkin berita di koran, sebuah adegan
film, cerita dalam novel akan menjadi lebih menarik, kalau selalu ada
kejahatan yang terselip di dalamnya.
Selalu
ada friksi antara yang baik dan yang jahat. Dan harus saya akui, saya bisa
berjam-jam, bahkan berbulan-bulan, menonton serial televisi karena ada
kejahatan yang seperti setrum listrik. Di dalam pergaulan saya, kalau ada
seseorang yang mulai mengajak melakukan hal yang baik atau menyarankan untuk
menjadi baik, akan selalu ada suara berisik yang mengatakan seseorang itu sok
suci. Mengatakan bahwa sesekali kita itu dimaklumi berbuat ketidakbaikkan.
Begitukah? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar