Sabtu, 10 Juli 2021

 

Covid-19 Belum Usai, Wabah Baru Mengintai

Ahmad Arif ;  Wartawan Kompas

KOMPAS, 7 Juli 2021

 

 

                                                           

Ketika pandemi Covid-19 terus merenggut nyawa dan mengguncang seluruh sendi kehidupan, hasil kajian terbaru memperingatkan bahwa pandemi berikut bakal melanda, kecuali kita mengambil langkah-langkah aktif untuk mencegah penyakit zoonosis lainnya. Laporan yang disusun Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan Lembaga Penelitian Peternakan Internasional (ILRI) ini diluncurkan menjelang peringatan Hari Zoonosis Sedunia pada 6 Juli.

 

Laporan berjudul ”Mencegah Pandemi Selanjutnya: Penyakit Zoonosis dan Cara Memutus Mata Rantai Penularan” ini mengidentifikasi tujuh tren yang mendorong munculnya penyakit zoonosis atau penyakit yang bisa ditularkan dari hewan ke manusia. Tren tersebut di antaranya meningkatnya permintaan protein hewani, intensifikasi pertanian yang tidak berkelanjutan, meningkatnya eksploitasi satwa liar, dan krisis iklim.

 

”Ilmu pengetahuan jelas menunjukkan, jika kita terus mengeksploitasi satwa liar dan menghancurkan ekosistem kita, kita bakal melihat aliran penyakit (zoonosis) ini melompat dari hewan ke manusia di tahun-tahun mendatang,” sebut Direktur Eksekutif UNEP Inger Andersen, mengantarkan laporan ini.

 

Pandemi jelas menghancurkan kehidupan dan ekonomi kita, dan seperti yang telah kita lihat selama beberapa bulan terakhir, yang paling miskin dan paling rentan adalah yang paling menderita. ”Untuk mencegah wabah di masa depan, kita harus lebih berhati-hati dalam melindungi lingkungan alam kita,” tambahnya.

 

Zoonosis, penyakit menular yang disebabkan oleh patogen agen infeksi, seperti bakteri, virus, atau parasit yang melompat dari hewan ke manusia, sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah evolusi manusia. Dari 1.415 patogen yang diketahui menginfeksi manusia, 61 persen bersifat zoonosis.

 

Jadi, sebagian besar penyakit manusia berasal dari hewan yang kemudian menular antarmanusia. Hanya ada sedikit penyakit zoonosis yang ditularkan langsung dari hewan ke manusia, salah satunya rabies, yang dianggap sebagai zoonosis langsung.

 

Sejumlah penyakit purba, seperti malaria dan demam berdarah, merupakan contoh penyakit yang dulu hanya menginfeksi binatang, yang kemudian menjadi penyakit manusia. Contoh teranyar adalah infeksi parasit malaria Plasmodium knowlesi, yang sebelumnya hanya menjangkiti monyet, baru-baru ini saja ditemukan menulari manusia.

 

Penyakit modern utama yang memicu epidemi atau pandemi global seperti penyakit virus flu Spanyol 1918, ebola, demam West Nile, HIV, SARS, MERS, hingga terbaru Covid-19 juga merupakan zoonosis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahun, sekitar 2 juta orang, sebagian besar di negara berpenghasilan rendah dan menengah, meninggal karena penyakit zoonosis yang terabaikan.

 

Wabah yang sama dapat menyebabkan penyakit parah, kematian, dan hilangnya produktivitas di antara populasi ternak di negara berkembang, masalah utama yang membuat ratusan juta petani skala kecil berada dalam kemiskinan. Dalam dua dekade terakhir saja, menurut laporan UNEP dan ILRI, penyakit zoonosis telah menyebabkan kerugian ekonomi lebih dari 100 miliar dollar Amerika Serikat (AS), belum termasuk biaya pandemi Covid-19, yang diperkirakan akan mencapai 9 triliun dollar AS dalam beberapa tahun ke depan.

 

Pandemi berikutnya

 

Di tengah pandemi yang belum menunjukkan bakal mereda, alarm berdering dengan ditemukannya kasus pertama infeksi flu burung H10N3 pada manusia di China. Pada Rabu (2/6/2021), Komisi Kesehatan Nasional Beijing (NHC) mengumumkan, pria 41 tahun di Provinsi Jiangsu, China bagian timur, telah dikonfirmasi sebagai kasus manusia pertama terinfeksi jenis flu burung langka yang dikenal sebagai H10N3.

 

Sebelum kasus pertama ini, menurut laporan WHO, belum ada kasus H10N3 pada manusia yang dilaporkan di dunia. Pun belum ada indikasi penularan H10N3 dari orang ke orang.

 

Namun, karena beragam virus flu burung masih terus beredar luas di unggas, infeksi sporadis flu burung pada manusia sangat mungkin terjadi. ”Ini merupakan pengingat nyata bahwa ancaman pandemi influenza terus berlanjut,” jelas WHO.

 

Peringatan WHO ini perlu jadi perhatian bahwa virus flu burung yang memiliki lebih dari 200 varian merupakan ancaman besar bagi manusia, yang patut diperhitungkan menjadi sumber pandemi berikutnya. Perlu dicatat bahwa virus H1N1 atau kerap dikenal sebagai flu Spanyol 1918 merupakan varian dari flu burung.

 

Laporan penelitian Michael Worobey, ahli biologi evolusi dari Universitas Arizona, di jurnal Nature pada Februari 2014 menunjukkan, virus yang menyebabkan pandemi paling mematikan dalam sejarah manusia modern itu berasal dari unggas peliharaan dan burung liar Amerika Utara.

 

Setelah pandemi 1918 ini, beberapa kali varian virus ini memicu masalah global. Sebagian besar dampaknya pada binatang dan sesekali menyerang manusia. Misalnya, wabah yang disebabkan strain H7N9 menewaskan sekitar 300 orang pada tahun 2016 dan 2017.

 

Selain beragam varian virus flu, patologi yang paling diwaspadai adalah varian virus korona. Berikutnya, di mana kira-kira pandemi berikut akan bermula?

 

Para peneliti University of California di jurnal Nature Food pada 31 Mei 2021 menunjukkan, China dan Asia Tenggara menjadi titik panas utama zoonosis. Dalam kajian ini, analisis terutama dilakukan terhadap potensi zoonosis virus korona dari kelelawar tapal kuda ke manusia yang dipicu perubahan tata guna lahan, penggundulan hutan, serta ekspansi pertanian dan ternak.

 

China memang telah berulang menjadi titik panas penyakit menular. Dua pandemi flu di abad ke-20, yaitu flu Asia dan flu Hongkong, yang memicu 3 juta kematian secara global, bermula dari China. Demikian juga SARS, flu burung H5N1, dan sekarang Covid-19, juga bermula dari China. Sebelumnya, China juga mengalami munculnya flu burung H7N9, dan severe fever thrombocytopenia syndrome (SFTS), serta munculnya kembali rabies, brucellosis, dan zoonosis lainnya.

 

Tingginya kepadatan populasi dan kontak dekat dengan banyaknya spesies hewan yang potensial menjadi reservoir virus memberi peluang lebih mudah bagi virus-virus untuk melompat keluar. Begitu juga faktor seperti perdagangan satwa liar yang berlangsung setiap hari dan sungai-sungai yang penuh kotoran telah berulang kali menyebabkan munculnya virus-virus baru.

 

Namun, apa yang terjadi di China, juga bisa terjadi di Indonesia yang saat ini gencar mengestraksi alam dengan mengabaikan keseimbangan lingkungan. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar