Jumat, 11 Juni 2021

 

Duel Teknologi AS-China

Tajuk Kompas ;  Dewan Redaksi Kompas

KOMPAS, 11 Juni 2021

 

 

                                                           

Dahulu mendiang teknolog Iskandar Alisjahbana sering menyampaikan, ”Posisi di depan menyulitkan, posisi di belakang penuh peluang.”

 

Kini Amerika Serikat (AS), yang selama tidak kurang dari seabad berada di depan panggung teknologi dunia merasa sangat ditantang oleh China. Supremasi AS selama ini nyata, mulai dari teknologi bawah laut hingga ruang angkasa, dari riset ukuran mikroskopis hingga riset alam semesta. Supremasi teknologi juga disertai dengan keunggulan di bidang sains, seperti capaiannya dalam peraihan Hadiah Nobel.

 

Cita-cita meraih another American Century seperti diraih pada abad ke-20 kini berhadapan dengan fakta, China menjadi penantang utama di arena teknologi. Terbitnya buku, seperti AI Superpowers — China, Silicon Valley, and the New World Order (Kai-Fu Lee, 2018), menyingkap tata dunia baru yang dipicu oleh persaingan di bidang kecerdasan buatan antara Lembah Silikon (yang selama ini menjadi pilar keunggulan teknologi informatika AS) dan China.

 

Belum lama kita juga mendengar sengketa sengit di antara kedua raksasa ekonomi dan kini di bidang teknologi 5G yang akan mewarnai peradaban masa depan. AS yang merasa supremasinya terancam tidak tinggal diam.

 

Kita membaca Senat AS yang mengusulkan dana 176,5 miliar dollar AS atau setara Rp 2.400 triliun untuk kurun 2022-2026 guna menghadapi kemajuan teknologi China. Usulan yang dikemas dalam Rancangan Undang-Undang Inovasi dan Kompetisi ini didukung 68 dari 100 anggota Senat (Kompas, 10/6/2021). RUU ini diharapkan memacu inovasi dan menjaga keunggulan daya saing generasi masa depan, ujar Chuck Schumer, Ketua Fraksi Demokrat di Senat AS. RUU itu harus dibawa ke DPR sebelum disahkan Kongres.

 

Presiden AS Joe Biden diyakini akan menyetujui RUU ini, yang dipercaya bisa memperkuat AS dalam menemukan, membangun, dan meningkatkan teknologi masa depan. Presiden Biden menyebut teknologi yang ingin dipertahankan keunggulannya oleh AS ialah kecerdasan buatan, semikonduktor, dan baterai litium untuk gawai dan kendaraan.

 

Fokus antara lain pada semikonduktor ada alasannya, yaitu karena ada peran penurunan porsi AS di industri ini, dari 37 persen tahun 1990 menjadi 12 persen pada 2020. Padahal, pada awal era komputer, AS menjadi pemimpin industri semikonduktor. Kini industri yang menjadi tulang punggung produk elektronik ini telah menyebar di negara-negara Asia.

 

Di pihak lain, China justru memberikan subsidi 150 miliar dollar AS untuk membangun industri semikonduktor. Dalam kaitan ini, AS mengusulkan pembatasan ekspor yang berpeluang membuka transfer pengetahuan dan teknologi ke China. AS juga berencana membatasi akuisisi perusahaan AS oleh perusahaan China. Kerja sama pendidikan yang membuka peluang alih teknologi dan pengetahuan juga dibatasi.

 

China menanggapi prakarsa AS dengan sengit. Kita menyimak, sains dan teknologi menjadi kunci keunggulan yang harus dipertahankan mati-matian oleh bangsa yang ingin unggul. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar