Selasa, 27 Maret 2018

Perang Dagang Trump dengan Cina

Perang Dagang Trump dengan Cina
Tri Winarno  ;   Ekonom Senior Bank Indonesia
                                                      TEMPO.CO, 26 Maret 2018



                                                           
Ekonom dan analis kebijakan publik pada umumnya lebih menyukai tarif yang lebih rendah, bahkan tanpa tarif sekalian, guna meningkatkan kesejahteraan global. Lantas, bagaimana cara memaknai keputusan Presiden Donald Trump menaikkan tarif impor baja dan aluminium baru-baru ini?

Trump dengan lihai meraup keuntungan politik potensial di daerah produsen baja dan aluminium dan sedang meningkatkan tekanan kepada Kanada dan Meksiko ketika sedang berlangsung renegosiasi NAFTA (North American Free Trade Agreement). Adapun Uni Eropa, yang berencana untuk membalas ekspor Amerika ke kawasan itu dengan tarif yang lebih tinggi, seperti produk Levi’s dan Harley Davidson, pada akhirnya setuju melakukan negosiasi dengan Amerika dengan mengurangi tarif produk Amerika yang disesuaikan dengan tarif produk Uni Eropa yang masuk ke Amerika.

Namun target utama kebijakan kenaikan tarif impor baja dan aluminium Amerika adalah Cina. Pemerintah Cina telah berjanji untuk mengurangi kelebihan kapasitas produksi baja dan aluminium sehingga dapat memotong surplus produksi yang dijual ke Amerika dengan harga subsidi. Pemangku kebijakan Cina telah menunda berkali-kali untuk menjalankan kebijakan itu karena tekanan domestik untuk melindungi tenaga kerja Cina di sektor tersebut. Kebijakan tarif Amerika akan menyeimbangkan tekanan domestik di Cina dan meningkatkan rencana Cina mempercepat pengurangan kelebihan kapasitas produksi.

Karena kebijakan tarif Trump demi keamanan nasional, bukan dumping, dan peningkatan impor, maka dimungkinkan untuk mengecualikan pengenaan tarif dari sekutu Amerika, seperti NATO, Jepang, dan Korea Selatan, serta menargetkan kenaikan tarif hanya pada Cina. Hal ini akan menghindari risiko perang dagang yang lebih luas.

Di balik isu tarif tersebut, bagi Amerika, isu terpenting dalam perdagangan dengan Cina adalah keprihatinan Amerika terhadap kebijakan alih teknologi yang diterapkan oleh Cina, bukan pada isu ekspor baja dan aluminium bersubsidi. Walaupun subsidi tersebut merugikan produsen baja dan aluminium Amerika, harga yang lebih rendah juga membantu perusahaan Amerika menggunakan baja dan aluminium itu serta menguntungkan konsumen yang membeli produk tersebut. Namun Cina benar-benar merugikan kepentingan Amerika ketika dia mencuri teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan Amerika.

Beberapa tahun yang lalu pemerintah Cina menggunakan keahlian Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) untuk menginfiltrasi perusahaan Amerika dan mencuri teknologinya. Pemerintah Cina membantah tuduhan tersebut hingga Presiden Amerika Barack Obama dan Presiden Cina Xi Jinping bertemu di California pada Juni 2013. Obama menunjukkan kepada Xi bukti-bukti rinci dari mata-mata cyber-nya. Akhirnya, Xi setuju bahwa pemerintah Cina tidak lagi menggunakan PLA atau institusi pemerintah lainnya untuk mencuri teknologi Amerika. Sejak itu pencurian teknologi Amerika oleh perusahaan Cina melalui cyber turun drastis.

Namun teknik pencurian itu kini berubah. Perusahaan Amerika yang ingin berbisnis di Cina diwajibkan melakukan alih teknologi. Perusahaan itu dengan terpaksa melakukannya agar dapat masuk ke pasar dengan 1,3 miliar penduduk dan skala ekonomi terbesar kedua di dunia itu. Namun para pengusaha Amerika mengeluhkan bahwa syarat tersebut merupakan bentuk lain dari pemerasan. Bahkan mereka khawatir pemerintah Cina sengaja menunda persetujuan sedemikian rupa sehingga perusahaan domestik dapat menggunakan teknologi itu untuk menguasai pasar terlebih dulu.

Pemerintah Amerika tidak dapat memakai cara tradisional atau menggunakan prosedur Organisasi Perdagangan Dunia untuk menghentikan praktik culas Cina tersebut. Amerika juga tidak dapat melakukan cara Cina, yaitu mewajibkan perusahaan Cina yang beroperasi di Amerika melakukan alih teknologi karena Cina tidak memiliki keunggulan teknologi.

Amerika lantas menggunakan kebijakan tarif untuk menekan Cina agar patuh pada praktik bisnis yang sehat. Juru runding Amerika akan menggunakan ancaman tarif lainnya kepada Cina untuk menekan Cina agar kebijakan alih teknologi itu dihapuskan. Kalau itu berhasil, ancaman tarif akan menjadi kebijakan perdagangan internasional yang sangat mujarab.

Tentu kebijakan ini akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Produk-produk Cina yang tidak dapat masuk ke Amerika akan mengalir ke negara lain, termasuk ke Indonesia. Karena itu, perumus kebijakan publik harus memperhatikan kepentingan industri nasional agar tidak gulung tikar. Jika industri nasional bankrut, bukan hanya ketahanan industri nasional yang akan semakin lemah, tapi juga masalah tambahan pengangguran akan semakin berat di tengah situasi ekonomi yang kembang-kempis. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar