Selasa, 27 Maret 2018

Mengalkulasi Perang Dagang Trump

Mengalkulasi Perang Dagang Trump
Tri Winarno  ;   Peneliti Ekonomi Senior Bank Indonesia
                                              MEDIA INDONESIA, 27 Maret 2018



                                                           
KEBIJAKAN perdagangan Presiden Trump dengan menaikkan tarif impor baja dan aluminium baru-baru ini merupakan awal genderang perang dagang global. Perang dagang akan segera menjadi kenyataan. Uni Eropa merespons dengan keras bahwa mereka akan melakukan pembalasan terhadap produk AS yang masuk ke Uni Eropa. Tiongkok mengancam akan merespons dengan ukuran dan waktu yang tepat. Ternyata, para gajah telah saling mengasah gading mereka dan pelanduk hanya bisa menunggu deritanya.

Ekonom, politikus, dan pemangku kebijakan global sangat prihatin dengan perkembangan perdagangan yang semakin mengarah pada meningkatnya hambatan perdagangan internasional. Dampaknya ialah penyusutan kesejahteraan global. Hambatan terhadap perdagangan bebas tersebut jelas akan membawa arah yang salah. Mengikis kesempatan pengentasan rakyat dari kemiskinan jutaan penduduk bumi dan berdampak pada lenyapnya keuntungan yang tercipta dari perdagangan setiap tahunnya.

Memang benar bahwa perdagangan bebas ada biayanya. Sentimen yang dikemukakan Trump dan pemimpin populis lainnya sama dengan sentimen era 1990-an yang menentang perdagangan bebas karena perdagangan bebas akan menyebabkan hilangnya pekerjaan bagi yang kalah berkompetisi. Tidak mudah mencari pekerjaan pengganti bagi mereka yang terdampak akibat perdagangan bebas.

Dampak negatif dari perdagangan bebas sering terkonsentrasi di industri tertentu dan di wilayah tertentu, seperti di industrial Rust Belt di AS karena manufaktur di sana kalah efisien dari negara-negara lain. Berdasarkan hasil riset oleh Depdag AS biaya dari dampak perdagangan bebas akan mengurangi seperlima dari keuntungan yang ditimbulkan perdagangan bebas.

Manfaat perdagangan bebas

Namun, keuntungan global dari perdagangan bebas tak akan terbantahkan. Salah satu bukti keuntungan dari perdagangan bebas ialah harga jual barang di pasar dan supermarket dunia. Apakah itu di Nairobi, Shanghai, Pittsburgh, Lisabon, Melbourne, atau di Jakarta, konsumen akan memperoleh berbagai jenis barang dengan harga yang jauh lebih murah jika dibandingkan dengan barang yang sama hanya diproduksi di satu negara.

Barang impor yang lebih murah berdampak pada penurunan tekanan inflasi.

Di AS saja berdasarkan hasil studi Mckensey, setiap tambahan 1% pangsa impor dari produsen yang harganya lebih murah berdampak pada penurunan harga sekitar 2%. Harga barang yang lebih murah berarti peningkatan daya beli, atau secara riil terjadi kenaikan pendapatan dan kekayaan.

Berdasarkan laporan Gedung Putih pada 2015, kelas menengah AS dapat membeli 30% lebih banyak jika dibandingkan dengan tidak adanya perdagangan bebas. Peningkatan daya beli lebih terasa pada masyarakat AS 10% terbawah, yaitu mereka dapat membeli barang 60% lebih banyak dengan adanya perdagangan bebas. Kelompok pekerja AS akan mengalami derita yang paling besar akibat dari kebijakan perang dagang Trump.

Manfaat perdagangan bebas tidak berhenti pada peningkatan daya beli barang dan jasa yang lebih murah. Secara global perdagangan bebas ialah merupakan instrumen pembangunan paling dahsyat yang pernah ada di jagat ini. Perdagangan lintas negara mampu memperkecil kesenjangan pendapatan. Misalnya, berdasarkan laporan Gedung Putih 2015 menyatakan bahwa setiap penurunan tarif 10% berakibat pada penurunan 1% kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan. Penurunan tarif juga berdampak pada penurunan kesenjangan upah berdasarkan ras dan status imigrasi.

Di samping itu, peningkatan keterbukaan perdagangan berkaitan erat dengan penurunan tingkat kematian bayi dan meningkatkan harapan hidup, khususnya di negara berkembang. Sepanjang waktu, perdagangan bebas dapat menggerakkan pekerja ke industri yang lebih efisien sehingga terjadi peningkatan upah, kenaikan investasi di infrastruktur dan mendorong gerak ekonomi lebih dinamis. Yang paling dahsyat ialah perdagangan bebas menjadi sumber peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berarti jutaan umat manusia di planet ini terbebas dari kemiskinan.
Bahkan beberapa pihak menuduh bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi hanya pada segelintir oligarki. Namun, berdasarkan riset dari Bank Dunia menunjukkan bahwa ketika ekonomi tumbuh, pendapatan masyarakat miskin meningkat proporsional dengan pertumbuhan pendapatan nasional. Bahkan sejarah menunjukkan manfaat dari keterbukaan ekonomi akibat dari perdagangan bebas.

Menakjubkan memang, yang pada 20 tahun yang lampau proporsi penduduk dunia yang hidup di bawah garis kemiskinan hampir separuh dari total penduduk dunia. Berdasarkan penelitian dari ekonom Oxford University, Max Roser, mass media menerbitkan berita utama bahwa penduduk dunia yang terbebas dari kemiskinan absolut turun 137,000 sejak kemarin. Berita tersebut hampir setiap hari muncul selama 25 tahun.

Membahayakan kesejahteraan global

Sederhananya, perdagangan bebas telah mampu memberikan makanan lebih banyak bagi penduduk Planet Bumi dari pada kebijakan lainnya. Sekarang planet ini sedang menghadapi tragedi riil dengan semakin menjauhnya kebijakan perdagangan bebas.

Berdasarkan riset dari tim Copenhagen Consensus, menunjukkan Pertemuan Doha akan perdagangan bebas (Doha Round of global free-trade talks) akan berdampak pada penurunan jumlah orang miskin sebanyak 145 juta selama 15 tahun dan membuat dunia lebih kaya US$11 triliun.

Tiga per lima dari kekayaan tersebut akan jatuh pada negara berkembang setara dengan tambahan pendapatan per orang sebesar US$1.000 setiap tahun hingga 2030. Bahkan jika seperlima dari manfaat ini tergerus untuk pembiayaan redistribusi, masih menyisakan tambahan pendapatan bagi umat manusia sebesar US$9 triliun.

Dengan demikian, seharusnya pemerintahan Trump membelanjakan anggaran yang memadai untuk mengompensasi bagi pekerja yang kalah bersaing akibat perdagangan bebas dengan memberikan pelatihan dan kebijakan bantuan kesejahteraan sosial transisional, bukan dengan cara mereduksi perdagangan global. Dengan mengabaikan keuntungan perdagangan bebas sebesar US$9 triliun karena kerugian US$2 triliun adalah suatu kebijakan yang tidak bijak.

Sejarah memang mencatat fenomena perdagangan bebas, yang di antaranya disampaikan pada 1824, oleh sejarawan Inggris Thomas B Macaulay bahwa perdagangan bebas ialah salah satu kebijakan publik yang paling besar meningkatkan kesejahteraan penduduk suatu bangsa. Namun, hampir di seluruh negeri kebijakan tersebut tidak populer. Sejak 1820 kemiskinan global turun dari 94% tinggal hanya 10% dari total populasi global, yang sebagian besar dikarenakan kebijakan perdagangan bebas.

Sampai sekarang kebijakan yang mereduksi perdagangan bebas ialah masih merupakan kebijakan populer sehingga figur seperti Trump dapat menjadi presiden, dan ini tentu membahayakan kesejahteraan global. Ini harus dihentikan. Hanya karena adanya kerugian yang kecil akibat dari perdagangan bebas, tidak serta-merta menghilangkan kebijakan perdagangan bebas yang banyak membawa manfaat bagi kemanusiaan.
Perlu diingat bahwa kebijakan perdagangan bebas adalah merupakan salah satu kebijakan pembangunan yang terbaik yang pernah ada di planet ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar