Minggu, 16 November 2014

Masih Perlukah Bentuk Badan Promosi Ekspor?

       Masih Perlukah Bentuk Badan Promosi Ekspor?

Sudjatmiko  ;   Mantan Dubes RI;
 Doktor Alumnus Australian National University (ANU), Canberra
MEDIA INDONESIA,  14 November 2014

                                                                                                                       


PRESIDEN Jokowi akan membentuk badan baru yang diberi nama Badan Promosi Ekspor (BPE) guna meningkatkan nilai ekspor produk-produk Indonesia ke luar negeri. Pembentukan Badan baru itu perlu didukung semua pihak, mengingat meningkatnya nilai ekspor tidak hanya menjadi cita-cita pemerintah. 

Namun, itu akan memiliki banyak hasil positif yang berlipat ganda. Tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga pendapatan rakyat banyak sebagai akibat semakin menggeliatnya berbagai mata rantai aktivitas ekonomi.
Presiden, Wakil Presiden RI, dan bahkan banyak anggota Kabinet Kerja saat ini yang memiliki pengalaman sebagai pengusaha. Tentunya, memiliki catatan khusus tentang kurang memuaskannya angka kenaikan ekspor RI dan berbagai kendala yang dihadapi. Hal itu tentunya menjadi dasar mengapa perlu dibentuk badan baru yang dimaksud.

Bukan lembaga baru

Walau badan yang akan dibentuk itu disebut `baru', sebenarnya tidaklah demikian. Pemerintahan SBY dan pemerintahan sebelumnya juga selalu berusaha untuk meningkatkan promosi ekspor produk Indonesia yang biasanya selalu dibarengi dengan penyesuaian struktur organisasi dan skema kerja yang sudah ada sebelumnya. Hasilnya pun ada kendati kurang dari yang diharapkan.

Sejak lebih dari 15 tahun lalu badan serupa sebenarnya sudah ada, yakni Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) yang sudah melakukan kegiatan promosi. Badan itu di bawah Kementerian Perdagangan. Kemudian pada era SBY berubah menjadi Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional. Struktur organisasi dan nomenklaturnya pun disesuaikan untuk mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai.

Selain itu, di bawah koordinasi Kemendag juga telah dibentuk Indonesian Trade Promotion Centre' (ITPC) yang beroperasi di beberapa negara sejak lama. Kedutaan Besar RI di luar negeri pun telah menjalankan fungsi promosi dagang, program misi dagang dari luar negeri ke Indonesia, dan kegiatan lainnya yang fungsi sebenarnya sama dengan fungsi BPEN dan ITPC. Hanya bedanya, ITPC ditempatkan di negara-negara yang menjadi target pasar utama Indonesia. Seperti halnya penugasan atase perdagangan RI yang ditempatkan di beberapa negara tertentu yang dinilai memiliki potensi pasar bagi produk Indonesia.

Intensifkan koordinasi

Kalau begitu, masih perlukah dibentuk badan baru lagi untuk mempromosikan ekspor Indonesia? Sebenarnya tidak perlu lagi, yang diperlukan sebenarnya ialah optimalisasi lembaga-lembaga yang sudah ada di masa mendatang dengan cara melakukan evaluasi intensif guna mendapatkan hasil yang optimal dari adanya lembaga yang disebut BPEN, Ditjen PEN, dan ITPC, serta mengintensifkan koordi nasi satu sama lain termasuk dengan Kedutaan RI di luar negeri.

Namun, jika keputusan pembentukan badan baru tersebut sudah final, keputusan tersebut akan mendapatkan dukungan semua pihak.Badan tersebut nantinya di bawah komando langsung presiden. `Kepala' Badan tersebut diharapkan setingkat menteri, yang langsung mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya kepada Presiden RI dan bukan lagi di bawah kendali Kemendag. Itu yang menjadi inti pentingnya badan tersebut jika akan dibentuk.

Kurangnya koordinasi antarlembaga yang ada saat ini dan masih adanya ego sektoral serta minimnya rasa kepemilikan dan tanggung jawab (sense of belonging and responsibility), ialah menjadi sumber utama kurang optimalnya hasil yang dicapai dalam meningkatkan ekspor produk Indonesia.Menurut pengakuan sebagian besar Duta Besar RI di luar negeri, berbagai upaya promosi produk Indonesia, perluasan akses pasar, potensi pengembangan kerja sama yang telah dilakukan KBRI, dan juga telah dilaporkan ke Pusat (Kemlu, Kemendag, Kadin, dll) kurang atau bahkan tidak pernah ditindaklanjuti Jakarta. KBRI sangat jarang mendapatkan tanggapan positif dari instansi terkait, khususnya Kemendag, KADIN, dan para pelaku usaha.Hal itu pun pernah disampaikan salah seorang Dubes RI kepada Mendag Gita Wiryawan saat bertatap muka dengan para dubes yang menghadiri Trade Expo Indonesia (TEI) 2013 lalu.

Direktorat regional di Kemenlu mestinya juga harus lebih rajin untuk melakukan koordinasi dengan Kemendag dan instansi terkait lainnya guna merespons setiap potensi yang dilaporkan KBRI.Kemendag sendiri mestinya juga harus lebih agresif untuk mengkaji ulang laporan KBRI tersebut guna memilah-milah mana yang perlu di tindaklanjuti secara konkret.

Ego sektoral

Perasaan Indonesia incorporated pada setiap insan pelaksana tugas pada lembaga-lembaga tersebut untuk menggenjot peningkatan ekspor RI masih dirasa minim, yang ada masih ego sektoral.Tidak langsung berhubungan dengan dirinya atau instansinya kurang mendapatkan respons. Program TEI tentunya terkecualikan karena program tersebut lebih merupakan program utama Kemendag yang didukung penuh oleh KBRI di luar negeri.

Oleh karena itu, BPE yang akan dibentuk hanya akan bermanfaat sekali lagi, langsung bertanggung jawab kepada presiden. Pimpinan atau kepala badan dimaksud harus memiliki status setingkat menteri dan akan lebih baik kalau tidak dijabat seorang pejabat karier dari Kemendag. Hal itu dimaksudkan agar badan itu independen, tidak tergantung pada kebijakan Menteri Perdagangan beserta pejabat di bawahnya. Koordinasi jelas tetap maha penting. Penunjukan seorang kepala badan yang nonkarier Kemendag dimaksudkan agar tidak memiliki hambatan psikologis dan mampu melepaskan ego sektoral yang selama ini menghambat optimalisasi hasil promosi ekspor produk Indonesia.

Masalah organisasi

Jika dilihat dari unsur kelengkapan organisasi, untuk mewujudkan realisasi pembentukan Badan itu tidaklah terlalu rumit. Ditjen PEN yang berada di bawah Kemendag, beserta isinya (personalia dan kelengkapan-kelengkapan lainnya) bisa langsung dialihkan ke wadah badan itu. Demikian pula anggaran yang telah disetujui dapat langsung di alihkan ke badan itu, tentunya setelah dilakukan evaluasi ulang terhadap struktur organisasinya, nomenklaturnya dan perlunya penyesuaian jumlah anggaran yang dibutuhkan.

Pemilihan seorang pejabat tinggi yang akan memimpin BPE menjadi sangat menentukan berhasil-tidaknya misi badan itu. Tugas pokok yang harus segera dilaksanakannya ialah melakukan evaluasi dan penyesuaian organisasi yang sudah ada saat ini, meningkatkan kegiatan koordinasi diantara lembaga baik di dalam negeri sendiri maupun dengan semua Kedutaan Besar RI. Tak kalah pentingnya ialah koordinasi intensif dengan para pelaku usaha itu sendiri. 

Semoga badan baru ini benar-benar dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal dan memiliki hasil yang dapat dirasakan langsung oleh bangsa, negara, dan rakyat Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar