Masih Perlukah Bentuk
Badan Promosi Ekspor?
Sudjatmiko ; Mantan Dubes RI;
Doktor Alumnus Australian National
University (ANU), Canberra
|
MEDIA
INDONESIA, 14 November 2014
PRESIDEN
Jokowi akan membentuk badan baru yang diberi nama Badan Promosi Ekspor (BPE)
guna meningkatkan nilai ekspor produk-produk Indonesia ke luar negeri.
Pembentukan Badan baru itu perlu didukung semua pihak, mengingat meningkatnya
nilai ekspor tidak hanya menjadi cita-cita pemerintah.
Namun, itu akan
memiliki banyak hasil positif yang berlipat ganda. Tidak hanya untuk
meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga pendapatan rakyat banyak sebagai
akibat semakin menggeliatnya berbagai mata rantai aktivitas ekonomi.
Presiden,
Wakil Presiden RI, dan bahkan banyak anggota Kabinet Kerja saat ini yang
memiliki pengalaman sebagai pengusaha. Tentunya, memiliki catatan khusus
tentang kurang memuaskannya angka kenaikan ekspor RI dan berbagai kendala
yang dihadapi. Hal itu tentunya menjadi dasar mengapa perlu dibentuk badan
baru yang dimaksud.
Bukan lembaga baru
Walau
badan yang akan dibentuk itu disebut `baru', sebenarnya tidaklah demikian.
Pemerintahan SBY dan pemerintahan sebelumnya juga selalu berusaha untuk meningkatkan
promosi ekspor produk Indonesia yang biasanya selalu dibarengi dengan
penyesuaian struktur organisasi dan skema kerja yang sudah ada sebelumnya.
Hasilnya pun ada kendati kurang dari yang diharapkan.
Sejak
lebih dari 15 tahun lalu badan serupa sebenarnya sudah ada, yakni Badan
Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) yang sudah melakukan kegiatan promosi.
Badan itu di bawah Kementerian Perdagangan. Kemudian pada era SBY berubah
menjadi Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional. Struktur organisasi
dan nomenklaturnya pun disesuaikan untuk mengoptimalkan hasil yang ingin
dicapai.
Selain
itu, di bawah koordinasi Kemendag juga telah dibentuk Indonesian Trade Promotion Centre' (ITPC) yang beroperasi di
beberapa negara sejak lama. Kedutaan Besar RI di luar negeri pun telah
menjalankan fungsi promosi dagang, program misi dagang dari luar negeri ke
Indonesia, dan kegiatan lainnya yang fungsi sebenarnya sama dengan fungsi
BPEN dan ITPC. Hanya bedanya, ITPC ditempatkan di negara-negara yang menjadi
target pasar utama Indonesia. Seperti halnya penugasan atase perdagangan RI
yang ditempatkan di beberapa negara tertentu yang dinilai memiliki potensi
pasar bagi produk Indonesia.
Intensifkan koordinasi
Kalau
begitu, masih perlukah dibentuk badan baru lagi untuk mempromosikan ekspor
Indonesia? Sebenarnya tidak perlu lagi, yang diperlukan sebenarnya ialah
optimalisasi lembaga-lembaga yang sudah ada di masa mendatang dengan cara
melakukan evaluasi intensif guna mendapatkan hasil yang optimal dari adanya
lembaga yang disebut BPEN, Ditjen PEN, dan ITPC, serta mengintensifkan koordi
nasi satu sama lain termasuk dengan Kedutaan RI di luar negeri.
Namun,
jika keputusan pembentukan badan baru tersebut sudah final, keputusan
tersebut akan mendapatkan dukungan semua pihak.Badan tersebut nantinya di
bawah komando langsung presiden. `Kepala' Badan tersebut diharapkan setingkat
menteri, yang langsung mempertanggungjawabkan hasil pekerjaannya kepada
Presiden RI dan bukan lagi di bawah kendali Kemendag. Itu yang menjadi inti pentingnya
badan tersebut jika akan dibentuk.
Kurangnya
koordinasi antarlembaga yang ada saat ini dan masih adanya ego sektoral serta
minimnya rasa kepemilikan dan tanggung jawab (sense of belonging and responsibility), ialah menjadi sumber
utama kurang optimalnya hasil yang dicapai dalam meningkatkan ekspor produk
Indonesia.Menurut pengakuan sebagian besar Duta Besar RI di luar negeri,
berbagai upaya promosi produk Indonesia, perluasan akses pasar, potensi
pengembangan kerja sama yang telah dilakukan KBRI, dan juga telah dilaporkan
ke Pusat (Kemlu, Kemendag, Kadin, dll) kurang atau bahkan tidak pernah
ditindaklanjuti Jakarta. KBRI sangat jarang mendapatkan tanggapan positif
dari instansi terkait, khususnya Kemendag, KADIN, dan para pelaku usaha.Hal
itu pun pernah disampaikan salah seorang Dubes RI kepada Mendag Gita Wiryawan
saat bertatap muka dengan para dubes yang menghadiri Trade Expo Indonesia (TEI) 2013 lalu.
Direktorat
regional di Kemenlu mestinya juga harus lebih rajin untuk melakukan
koordinasi dengan Kemendag dan instansi terkait lainnya guna merespons setiap
potensi yang dilaporkan KBRI.Kemendag sendiri mestinya juga harus lebih
agresif untuk mengkaji ulang laporan KBRI tersebut guna memilah-milah mana
yang perlu di tindaklanjuti secara konkret.
Ego sektoral
Perasaan
Indonesia incorporated pada setiap
insan pelaksana tugas pada lembaga-lembaga tersebut untuk menggenjot
peningkatan ekspor RI masih dirasa minim, yang ada masih ego sektoral.Tidak
langsung berhubungan dengan dirinya atau instansinya kurang mendapatkan
respons. Program TEI tentunya terkecualikan karena program tersebut lebih
merupakan program utama Kemendag yang didukung penuh oleh KBRI di luar
negeri.
Oleh
karena itu, BPE yang akan dibentuk hanya akan bermanfaat sekali lagi,
langsung bertanggung jawab kepada presiden. Pimpinan atau kepala badan
dimaksud harus memiliki status setingkat menteri dan akan lebih baik kalau
tidak dijabat seorang pejabat karier dari Kemendag. Hal itu dimaksudkan agar
badan itu independen, tidak tergantung pada kebijakan Menteri Perdagangan
beserta pejabat di bawahnya. Koordinasi jelas tetap maha penting. Penunjukan
seorang kepala badan yang nonkarier Kemendag dimaksudkan agar tidak memiliki
hambatan psikologis dan mampu melepaskan ego sektoral yang selama ini
menghambat optimalisasi hasil promosi ekspor produk Indonesia.
Masalah organisasi
Jika
dilihat dari unsur kelengkapan organisasi, untuk mewujudkan realisasi
pembentukan Badan itu tidaklah terlalu rumit. Ditjen PEN yang berada di bawah
Kemendag, beserta isinya (personalia dan kelengkapan-kelengkapan lainnya)
bisa langsung dialihkan ke wadah badan itu. Demikian pula anggaran yang telah
disetujui dapat langsung di alihkan ke badan itu, tentunya setelah dilakukan
evaluasi ulang terhadap struktur organisasinya, nomenklaturnya dan perlunya
penyesuaian jumlah anggaran yang dibutuhkan.
Pemilihan
seorang pejabat tinggi yang akan memimpin BPE menjadi sangat menentukan
berhasil-tidaknya misi badan itu. Tugas pokok yang harus segera
dilaksanakannya ialah melakukan evaluasi dan penyesuaian organisasi yang
sudah ada saat ini, meningkatkan kegiatan koordinasi diantara lembaga baik di
dalam negeri sendiri maupun dengan semua Kedutaan Besar RI. Tak kalah
pentingnya ialah koordinasi intensif dengan para pelaku usaha itu sendiri.
Semoga badan baru ini benar-benar dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal
dan memiliki hasil yang dapat dirasakan langsung oleh bangsa, negara, dan
rakyat Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar