Senin, 17 November 2014

Kriteria Dirjen Pajak Baru

                                       Kriteria Dirjen Pajak Baru

Chandra Budi  ;   Bekerja di Ditjen Pajak, Alumnus Pascasarjana IPB
SINAR HARAPAN,  14 November 2014

                                                                                                                       


Untuk pertama kalinya dalam sejarah, jabatan Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) akan dilelang secara terbuka (open bidding). Sebelumya, Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro, mengatakan akan segera mencari Dirjen Pajak baru sebagai pengganti Fuad Rahmany, yang akan memasuki masa purnabakti per 1 Desember 2014 (3 November 2014).

Sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), jabatan Dirjen Pajak merupakan posisi yang sangat strategis. Dino Patti Jalal (2008) dalam bukunya berjudul Harus Bisa! Seni Memimpin Ala SBY, mengungkapkan ada dua pejabat level eselon I yang SBY langsung ikut terlibat memilihnya, salah satunya Dirjen Pajak. Di awal pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) ini, sektor penerimaan pajak pun langsung menjadi sorotan utamanya. Oleh karena itu, diyakini Presiden Jokowi akan memilih terbaik untuk posisi Dirjen Pajak ini, melalui serangkaian seleksi yang transparan dan akuntabel.

Tentunya tidak mudah mencari sosok nomor satu di otoritas pajak Indonesia. Selain mengemban amanah target pendapatan negara terbesar, juga akan menghadapi tantangan pengelolaan pajak yang tidak ringan.  Namun, dari sekian juta rakyat Indonesia, pastilah ada orang yang mumpuni untuk jabatan strategis tersebut. Hal terpenting, Dirjen Pajak yang terpilih melalui sistem lelang ini harus memiliki integritas tinggi, profesional dalam bidangnya dan pemimpin—bukan pimpinan.

Kriteria

Siapa pun yang akan menjabat Dirjen Pajak mendatang akan menjadi Dirjen Pajak ke-15, sejak Abdul Mukti menjabat Kepala Jawatan Pajak 1945. Dalam masa panjang tersebut pun, organisasi Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) telah mengalami pasang surut. Itu dimulai sejak bergulirnya reformasi perpajakan tahun 1983 dan 2002, sampai hantaman kasus Gayus Tambunan pada 2010.

Seiring waktu, Ditjen Pajak berhasil melewatinya dengan tetap berpegang teguh pada komitmen reformasi perpajakan. Keberhasilan melewati guncangan tersebut tidak lepas dari peran Dirjen Pajak. Peran vital Dirjen Pajak sangat penting dalam menjaga roh reformasi pajak, karena secara langsung pemimpin tertinggi ini akan menjadi panutan (role model) bagi seluruh pegawainya. Oleh karena itu, kriteria mutlak yang harus melekat pada diri seorang Dirjen Pajak adalah berintegritas tinggi.

Berkaca pada sistem seleksi Menteri Kabinet Kerja oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu, dapat saja Panitia Seleksi (Pansel) menggunakan data dari KPK dan PPATK dalam menilai calon Dirjen Pajak. Cara ini terbukti efektif meyakinkan publik, bahwa pejabat yang dipilih nanti tidak tersandera masa lalunya.

Selain itu, secara alamiah, posisi Dirjen Pajak memang sarat godaan yang tidak jarang dipenuhi intervensi untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Kalau tidak dipimpin orang yang berintegritas tinggi, institusi prestisius ini akan terpuruk. Bayangkan, seandainya seorang Dirjen Pajak ditangkap KPK karena penyalahgunaan wewenang yang dilakukannya, yang turut hancur seketika adalah institusi Ditjen Pajak itu sendiri. Bukan tidak mungkin, rakyat marah dan memboikot untuk membayar pajak. Padahal, keberlangsungan program kesejahteraan rakyat sangat tergantung dari penerimaan pajak.

Dikotomi apakah Dirjen Pajak berasal dari internal atau eksternal Ditjen Pajak tidaklah penting. Toh, ada Dirjen Pajak yang berasal dari luar Ditjen Pajak justru dihormati seluruh pegawai pajak. Sebaliknya, ada Dirjen Pajak yang awalnya merupakan pejabat karier Ditjen Pajak, malah kurang berhasil memikat hati seluruh pegawai pajak.

Hal terpenting adalah seorang Dirjen Pajak harus profesional. Ia harus mampu menjalankan Ditjen Pajak ala perusahaan multinasional, walaupun berbaju pegawai negeri sipil (PNS). Artinya, Dirjen Pajak harus mampu mengindentifikasi akar masalah yang dihadapi Ditjen Pajak saat ini. Kemudian, ia dengan cepat mengambil keputusan untuk memberikan obat penawarnya. Sikap profesional juga harus ditunjukkan seorang Dirjen Pajak ketika menyusun aturan perpajakan, dengan berpegang teguh pada kepentingan publik.

Dari sekian banyak jenis kepemimpinan (leadership) yang ada, seorang Dirjen Pajak harus menjadi pemimpin perubahan (transformational leader). Dirjen Pajak harus membawa Ditjen Pajak menjadi institusi yang disegani.

Oleh karena itu, ke depannya, penegakan hukum perpajakan lebih ditingkatkan lagi. Jadi, akan menimbulkan efek jera bagi wajib pajak lainnya, yang akan memicu meningkatnya tingkat kepatuhan membayar pajak. Seorang pemimpin perubahan akan sangat perhatian pada perkembangan kualitas manusia—pegawai Ditjen Pajak. Pegawai pajak, sebagai aset berharga, harus tetap dijaga kualitasnya melalui serangkaian program pengembangan karier, pengukuran kinerja, dan pemberian imbalan.

Tantangan      

Dirjen Pajak baru nanti harus segera bergerak cepat. Mungkin, dalam waktu sebulan sebelum akhir 2014, harus di­prioritaskan menyeragamkan langkah dan gerak semua jajarannya, agar ketika menatap awal Januari 2015 sudah disepakati program utamanya.

Data dan atau informasi yang dibutuhkan Dirjen Pajak tersebut tersebar di berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Namun, selama ini, arus mengalirnya data dan atau informasi tersebut berjalan lambat dan tersendat. Bahkan, ketika aturan ini telah ada dalam Pasal 35A UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan aturan turunannya, Ditjen Pajak masih kesulitan untuk mendapatkannya.

Sedih melihat apa yang dilakukan Ditjen Pajak selama ini yang justru berusaha mengalah dengan rela membuat Nota Kesepahamam (Memorandum of Understanding) ke instansi yang sebenarnya telah diwajibkan UU untuk menyerahkan data dan atau informasi terkait perpajakan kepada Ditjen Pajak. 

Di sinilah dibutuhkan kepemimpinan adaptif (adaptive leader) dari seorang Dirjen Pajak. Dikarenakan posisinya hanya selevel eselon I, untuk dapat memaksa agar instansi terkait menyerahkan data dan atau informasi yang dikuasainya, Dirjen Pajak harus mendapat dukungan penuh dari menkeu dan presiden. Terakhir, tantangan seorang Dirjen Pajak saat ini adalah tetap menjaga agar api semangat kerja jajarannya terus berkobar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar