Jumat, 11 Juli 2014

Tantangan Ekonomi Presiden Terpilih

                      Tantangan Ekonomi Presiden Terpilih

Firmanzah  ;   Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
KORAN SINDO, 09 Juli 2014
                                                


Hari ini, 9 Juli 2014, masyarakat Indonesia akan memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti 2014-2019. Selamat memilih bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Selamat menggunakan hak politik dalam semangat berdemokrasi yang damai, tertib, dan menjunjung tinggi persatuan- kesatuan. Kualitas dan kematangan demokrasi saat ini telah memberikan ruang dan atmosfer politik yang kondusif sebagai manifestasi kepribadian bangsa. Siapa pun pasangan presiden dan wakil presiden terpilih nantinya wajib didukung dan diterima oleh seluruh lapisan masyarakat sebagai refleksi kematangan berdemokrasi kita selama ini.

Para tim sukses, media pendukung, relawan atau simpatisan dari tiap pasangan capres- cawapres diharapkan melebur dan bersatu pascapilpres, mendukung pihak yang menang dan bergegas untuk menatap Indonesia masa depan. Periode 2014-2019 merupakan tahapan RPJMN III dalam rangkaian RPJPN hingga 2025. Pada periode ini, pembangunan nasional diarahkan pada aktivitas ekonomi bernilai tambah tinggi yang memacu keunggulan kompetitif, pembangunan manusia, dan penguasaan iptek.

Pada periode ini pula Indonesia dihadapkan pada sejumlah tantangan pembangunan yang semakin kompleks. Kompleksitas tantangan pembangunan Indonesia tidak hanya bersumber dari persoalan domestik, melainkan juga dari dinamika dunia. Tantangan ini bisa terjadi secara sporadis, bergantian maupun bersamaan sekaligus. Dengan tantangan ini, kemampuan dan akurasi prediksi pun kerap meleset dan memerlukan koreksi berkali-kali.

Sebagian kalangan menganggap fenomena ini merupakan sinyal perubahan struktur ekonomi, sebagian lagi memandang hal itu sebagai berakhirnya hegemoni pandangan ekonomi klasik yang selama ini dianut sebagian besar negara di dunia. Presiden dan wakil presiden terpilih juga dihadapkan pada sejumlah agenda pembangunan kawasan dan dunia. Tahun 2015, kita memasuki era masyarakat ekonomi ASEAN, sebuah visi bersama bagi negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

Indonesia sebagai negara anggota ASEAN terbesar, baik dari sisi ukuran ekonomi (PDB) maupun jumlah penduduk, diharapkan dapat memimpin ASEAN sebagai kawasan yang berdaya saing di kancah global. Tahun 2015 menjadi tahun terakhir Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) dan dunia memerlukan rumusan baru pasca-MDGs. Sebagai salah satu anggota G-20, Indonesia sangat diharapkan dapat memberikan pandangan bagi arah pembangunan pasca-MDGs.

Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir dipandang mampu meramu strategi pembangunan dengan baik di tengah ekonomi dunia yang tertekan. Maka tidak mengherankan, pada setiap kesempatan, Indonesia sering diminta untuk memaparkan strategi pembangunan ekonomi nasional sebagai asupan bagi negara-negara lain, khususnya ketika krisis masih menyelimuti ekonomi global.

Periode 2014- 2019, presiden dan wakil presiden terpilih dihadapkan pada upaya tidak hanya meningkatkan ekonomi nasional, melainkan juga ikut aktif dalam pemulihan ekonomi global. Seperti kita ketahui, hingga triwulan I 2014, ekonomi global masih mengalami perlambatan. Bank Dunia, IMF, ADB, dan beberapa lembaga internasional lain memprediksi ekonomi dunia tahun 2014 masih relatif tertekan.

Sementara itu dari sisi internal, presiden dan wakil presiden terpilih nantinya bertanggung jawab untuk mewujudkan visi misi pembangunan yang tertuang dalam RPJPN 2005- 2025, membawa Indonesia menjadi lebih maju, mandiri, dan sejahtera. Pembangunan ekonomi saat ini memerlukan kesinambungan demi mewujudkan cita-cita pembangunan nasional.

Untuk itu, siapa pun presiden dan wakil presiden terpilih dihadapkan pada 8 tantangan pembangunan ekonomi dalam 5 tahun ke depan sebagai bagian yang tidak terpisah dari program reformasi struktural yang sedang berjalan.

Pertama, tantangan pengelolaan dan manajemen fiskal yang berkesinambungan (fiscal sustainability). Pengelolaan fiskal menjadi pilar utama bagi pembangunan ekonomi nasional mengingat energi pembangunan bersumber dari pengelolaan fiskal yang sehat. Pengelolaan fiskal yang hati-hati dengan kedisiplinan tinggi menjadi salah satu faktor yang telah menyelamatkan ekonomi nasional dari tekanan krisis ekonomi global pada 2008.

Kita juga banyak belajar dari pengalaman sejumlah negara di Zona Eropa yang mengalami masalah dengan pengelolaan fiskal di mana defisit anggaran terjadi begitu besar sehingga kemampuan ekonomi untuk bertumbuh menjadi melemah. Untuk terus mendorong pengelolaan fiskal yang sehat, berhati-hati dengan kedisiplinan tinggi, presiden dan wakil presiden wajib untuk terus menjaga ambang batas toleransi defisit anggaran yang ditetapkan dalam UU APBN.

Sementara untuk mendorong pertumbuhan yang lebih berkualitas, efektivitas belanja dan penyerapan anggaran perlu terus ditingkatkan. Di sisi penerimaan, mendorong optimalisasi sektor perpajakan yang dimulai dari pendataan hingga pelaporan wajib pajak badan usaha, merekapitulasi tunggakan pajak, dan mendisiplinkan pelaporan pajak badan usaha. Dengan upaya ini, kesehatan fiskal dapat terus ditingkatkan sehingga agenda pembangunan dapat terus berjalan.

Kedua, mendorong daya saing serta produktivitas nasional sehingga memberikan ruang yang besar bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi. Mendorong daya saing nasional dilakukan dari sisi produktivitas dan kelembagaan. Produktivitas perlu terus ditingkatkan melalui kebijakan industrialisasi dan hilirisasi. Hal ini diharapkan dapat memperluas kapasitas ekonomi yang bernilai tambah tinggi.

Dari sisi kelembagaan, presiden dan wakil presiden perlu terus melanjutkan reformasi birokrasi yang sedang berjalan, menyederhanakan proses perizinan usaha, serta meningkatkan koordinasi lintas kementerian-lembaga, pusat-daerah. Produktivitas dari sisi pangan dan energi juga memerlukan perhatian khusus untuk terus ditingkatkan dalam kurun waktu lima tahun ke depan.

Tantangan ketiga adalah penciptaan dan perluasan pasar lapangan kerja. Untuk dapat mendorong pembangunan dan pertumbuhan ekonomi berkualitas, perluasan lapangan kerja menjadi salah satu prasyarat. Meluasnya lapangan kerja menjadi barometer bergeraknya sektor ekonomi produktif yang menjadi mesin bagi pertumbuhan yang berkualitas. Hubungan antara pertumbuhan dan perluasan lapangan kerja bersifat resiprokal pada kondisi yang stabil.

Hal ini mungkin sedikit berbeda dengan yang dialami Amerika Serikat pada triwulan II 2014 ketika lapangan kerja meningkat, sementara pertumbuhan relatif melambat akibat persoalan supply-demand pasar tenaga kerja yang dihadapi Amerika. Ini berbeda dengan Indonesia yang dalam 10 tahun terakhir relatif stabil dan positif.

Untuk memperluas lapangan kerja, kebijakan yang paling realistis adalah mendorong industrialisasi-hilirisasi dan percepatan pembangunan infrastruktur. Industrialisasi- hilirisasi dan percepatan infrastruktur akan mendorong lapangan kerja semakin terbuka.
Tantangan keempat, pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Sebagai salah satu tujuan pembangunan milenium, pengentasan tersebut menjadi prioritas bagi siapa pun presiden-wakil presiden terpilih. Pengentasan masyarakat dari kemiskinan didorong dengan memperkuat program-program prorakyat dari sisi permintaan seperti program KUR, PNPM, BOS, beasiswa siswa miskin, raskin, Program Keluarga Harapan, dan sebagainya.

Dari sisi pasokan, presiden dan wakil presiden terpilih perlu menjamin dan memastikan ketersediaan sekaligus kemudahan akses terhadap kebutuhan dasar masyarakat mulai dari pangan, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Program-program seperti BPJS, rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) perlu untuk terus dioptimalkan. Selain itu, mengingat kemiskinan di perdesaan, UU Desa perlu segera ditindaklanjuti melalui sejumlah regulasi turunan sebagai acuan implementasinya.

Angka kemiskinan per September 2013 sebesar 11,47% atau sebanyak 28 juta orang dibandingkan tahun 2004 yang sebesar 16,6% atau sebanyak 36 juta orang. Dalam lima tahun ke depan, angka kemiskinan perlu ditekan ke angka 5-7 % pada akhir 2019. Ini menjadi tantangan bagi presiden dan wakil presiden terpilih sebagai bentuk komitmen nasional terhadap pengentasan masyarakat dari kemiskinan.

Tantangan kelima adalah persoalan disparitas yang terjadi baik antarkelompok rumah tangga maupun antarwilayah barat-timur. Angka koefisien gini dalam tiga tahun terakhir masih relatif tinggi di level 0,41. Kesenjangan pendapatan antarrumah tangga dan antarwilayah berpotensi memicu sejumlah persoalan ekonomi, sosial, dan politik.

Potret kesenjangan dapat terlihat dari sebaran jumlah penduduk miskin yang sebagian besar berada di kawasan Indonesia timur, persebaran industri yang sebagian besar berada di Pulau Jawa-Sumatera yang mengakibatkan perbedaan pendapatan per kapita cukup tajam antarwilayah. Begitu pula jika kita memotret sebaran infrastruktur yang masih sangat terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera.

Untuk itu, menjadi tugas dan tanggung jawab presiden-wakil presiden terpilih untuk dapat mempersempit disparitas ini, salah satunya melalui program MP3EI. Pemerintah sejak 2011 mencanangkan program MP3EI yang diharapkan dapat mengatasi persoalan kesenjangan pembangunan. Dengan 6 koridor ekonomi (Sumatera-Jawa-Kalimantan- Sulawesi-Bali & Nusa Tenggara-Papua & Maluku) yang dicanangkan dalam MP3EI, perluasan dan percepatan pembangunan dapat diwujudkan.

Hingga triwulan I 2014, realisasi investasi MP3EI telah mencapai Rp838,9 triliun yang terdiri atas proyek infrastruktur sebesar Rp397,7 triliun dan sektor riil Rp441,2 triliun. Untuk sektor infrastruktur, realisasi investasi tersebar pada tiap koridor, untuk Sumatera Rp55,63 triliun, Jawa Rp217 triliun, Kalimantan Rp57,1 triliun, Sulawesi Rp22,5 triliun, Bali dan Nusa Tenggara Rp17,54 triliun, dan Papua- Maluku Rp27,15 triliun.

Adapun realisasi investasi di sektor riil tersebar di Sumatera Rp77,6 triliun, Jawa Rp78,63 triliun, Kalimantan Rp120,1 triliun, Sulawesi Rp47,8 triliun, Bali dan Nusa Tenggara Rp36,3 triliun, serta Papua-Maluku Rp81,2 triliun. Percepatan infrastruktur di 6 koridor ekonomi (khususnya di luar Jawa) tentu akan membantu mengatasi disparitas antarwilayah di samping memperbaiki konektivitas nasional sebagai pilar penopang daya saing nasional.

Tantangan keenam adalah memperluas kebijakan industrialisasi dan penguasaan iptek. Kebijakan industri nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 28 Tahun 2008 dapat dijadikan rujukan bagi upaya pembangunan industri nasional. Presiden-wakil presiden yang terpilih nantinya perlu segera menyempurnakan struktur industri nasional baik dengan strategi kluster maupun yang berbasis unggulan daerah.

Kebijakan industrialisasi ini tentunya membutuhkan dukungan penguasaan iptek yang memadai. Hal ini dapat ditempuh melalui sinergi (link & match) antara industri dengan pusat-pusat penelitian yang tersebar baik di universitas maupun kementerian/lembaga. Industrialisasi dengan dukungan penguasaan iptek berdampak signifikan terhadap output ekonomi yang bernilai tambah tinggi.

Dengan industrialisasi berbasis iptek, daya saing ekonomi nasional akan semakin mudah diwujudkan. Dengan industrialisasi ini pula, perluasan lapangan kerja dapat ditingkatkan sehingga daya beli masyarakat akan semakin tinggi. Pembangunan industri nasional ini juga termasuk di dalamnya mendorong industri kreatif dan industri pariwisata yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai sektor- sektor produktif.

Tantangan ketujuh, mendorong pembangunan nasional dengan mengarusutamakan sektor kelautan (ocean-based economy). Posisi Indonesia yang terletak di antara Benua Asia dan Australia serta diapit Samudra Pasifik dan Samudra Hindia menjadikan wilayah perairan laut Indonesia sebagai perairan berproduktivitas tinggi serta daya dukung alam (carrying capacity) yang kuat.

Posisi geografis yang strategis ini menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang berpotensi besar baik dalam hal ekonomi maupun geopolitik. Dengan menguasai 2/3 wilayah Indonesia, laut menjadi sumber daya ekonomi yang potensial bagi keberlanjutan pembangunan nasional. Selama ini sektor kelautan hanya menyumbang rata-rata 20% PDB, bandingkan dengan Jepang (48%), Korea Selatan (37%), atau Vietnam yang lebih 50%.

Padahal, luas lautan negaranegara tersebut relatif lebih kecil dari luas laut yang dimiliki Indonesia. Pembangunan ekonomi berbasis kelautan atau dengan menjadikan kelautan sebagai mainstream pembangunan diharapkan dapat menyempurnakan sejumlah agenda pembangunan yang sedang berjalan.

Setidaknya tujuh sektor dalam bidang kelautan yang potensial untuk dikembangkan adalah (1) perhubungan laut, (2) industri maritim, (3) perikanan, (4) wisata bahari, (5) energi dan sumber daya mineral, (6) bangunan kelautan, serta (7) jasa-jasa kelautan.

 Tantangan kedelapan, yang perlu dilakukan presiden-wakil presiden terpilih di awal kepemimpinannya (2 tahun pertama) adalah mengatasi persoalan subsidi BBM dan konsolidasi persiapan menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Subsidi BBM merupakan persoalan pelik yang kerap menyandera sejumlah upaya percepatan pembangunan nasional.

Subsidi BBM dari waktu ke waktu terus meningkat, sementara sebagian besar subsidi dinikmati kelompok nontarget. Besaran subsidi ini pula yang setiap tahunnya membebani APBN baik karena lonjakan permintaan, volatilitas harga minyak dunia maupun pelemahan nilai tukar rupiah. Maka dari itu, agenda mendesak bagi presiden terpilih untuk segera melakukan penataan kembali subsidi BBM seperti yang telah banyak dilakukan negara-negara lain (rezim subsidi sudah banyak ditinggalkan).

Delapan tantangan di atas sekaligus merupakan agenda yang perlu mendapatkan perhatian besar oleh presiden-wakil presiden yang terpilih pada hari ini. Saya percaya dan optimistis, siapa pun presiden yang menjadi pilihan rakyat Indonesia pada hari ini akan membawa Indonesia menjadi kekuatan ekonomi yang disegani baik di kawasan maupun global.

Sebagai salah satu dari 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia (G-20) dan 30% menguasai PDB di ASEAN, kita berharap pembangunan ekonomi nasional dalam lima tahun mendatang akan semakin maju, berdaya saing, merata, dan berkeadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar