Presiden
tanpa Catatan
Samsudin Adlawi ; Wartawan Jawa Pos
|
JAWA
POS, 09 Juli 2014
KAMPANYE
pilpres sudah resmi berakhir Sabtu kemarin. Apa yang didapat rakyat sebagai
pemilik mandat kekuasaan? Selama masa kampanye, pasangan capres-cawapres tak
ubahnya seorang sales atau marketer. Mereka menjajakan visi, misi, dan
program kerja lewat kampanye terbuka, tertutup, sampai debat. Tujuannya hanya
satu: merayu rakyat agar bersedia menyerahkan mandat kekuasaan yang dimiliki
kepadanya.
Tak
mudah memengaruhi hati rakyat. Penyampaian visi dan misi saja tidak cukup.
Maka, layakmenyiapkan berbagai trik. Mulai trik yang wajar seperti membagikan
kaus bergambar pasangan capres-cawapres sampai trik yang tidak wajar. Bahkan,
cenderung kotor, keji, dan jahat. Tidak beradab. Jauh dari nilai-nilai
kesantunan.
Orang
melabeli trik tidak wajar itu dengan sebutan kampanye hitam dan kampanye
negatif. Kampanye hitam biasanya hanya berupa tuduhan tidak berdasar fakta.
Cenderung mengarah ke fitnah. Sementara itu, kampanye negatif merupakan
pengungkapan fakta kekurangan yang dimiliki capres-cawapres.
Anehnya,
entah karena putus asa atau alasan lain, kedua kubu capres-cawapres
sepertinya menganggap kampanye hitam dan kampanye negatif sebagai ”rukun
iman” yang wajib diamalkan sebagai bumbu kampanye. Terbukti, kedua kubu
saling menggelindingkan dua model kampanye tidak etis tersebut. Tidak hanya
sekali, tapi berkali-kali. Kita pun miris. Kalau diskor, jumlah kampanye
hitam di antara kedua kontestan Pilpres 2014 sepertinya berimbang. Tak pelak,
kedua kubu pun belakangan disibukkan membuat klarifikasi. Bahkan, saling
lapor ke Bawaslu sebagai wasit pilpres. Juga, melapor kepada kepolisian
terkait dengan unsur pidana pemilu.
Kehilangan Panutan
Dalam
posisi yang sulit seperti itu, sebenarnya rakyat membutuhkan tempat untuk
bertanya. Tapi, saat ini mencari tempat bertanya jauh lebih sulit daripada
memilih yang buruk di antara yang terburuk atau yang baik dari yang buruk.
Betapa tidak. Dulu ketika mengalami kebuntuan dalam menentukan pilihan,
masyarakat senantiasa bisa bertanya langsung ke partainya. Sekarang bagaimana
bisa memberi solusi yang konkret, lah
wong pucuk pimpinan partai dan pengurusnya punya pilihan sendiri-sendiri.
Pengurus parpol yang seharusnya bertugas mengamankan suara konstituennya
malah ’’bermain’’ sendiri-sendiri. Aspirasinya tidak bulat. Buntutnya, aksi
pecat-memecat pengurus ramai terjadi saat ini.
Organisasi
kemasyarakatan juga idem ditto.
Pengurusnya pecah. Sebagian mendukung capres nomor 1, sebagian yang lain
memberikan dukungan kepada capres nomor 2. Demikian juga para tokoh agama.
Sejumlah kiai secara terang-terangan menyatakan dukungannya kepada capres
nomor 1, sedangkan kiai yang lain mendukung capres nomor 2. Kasihan sekali
rakyat. Mereka terjebak dalam pusaran arus kebingungan. Sudah dibingungkan
oleh kampanye hitam dan kampanye negatif yang datang bertubi-tubi, ditambah
lagi harus kehilangan panutan sebagai oasis objektivitas untuk meminta
klarifikasi capres yang harus dipilih.
Sebetulnya,
masih ada satu alternatif yang pas untuk jujukan klarifikasi. Yakni,
televisi. Tapi, sayang seribu sayang, saat ini dua televisi berita terbesar
di tanah air yang sebelum pilpres selalu menjadi rujukan peta perpolitikan
nasional kini justru sedang berada di bawah titik nadir. Mereka sedang asyik
masyuk dengan capres masing-masing.
Pemimpin Ideal
Kini
rakyat sedang diuji. Diuji untuk bisa menentukan pilihan sendiri. Melihat
dengan mata hatinya. Selanjutnya mendengarkan kata hatinya. Kemampuan rakyat
dalam menilai calon pemimpin yang cakap pasti berbeda-beda. Mereka punya
persepsi sendiri-sendiri. Ada yang melihat calon pemimpin dari model wajahnya
saja sudah bisa menilai dia layak jadi pemimpin bangsa atau tidak. Ada pula
yang melihat dari cara bicaranya. Tapi, ada yang harus melihat penampilan
figur pemimpin secara keseluruhan sebelum memberi nilai.
Bagi
rakyat yang masih bingung menjatuhkan pilihan, kisah Rasulullah SAW berikut
ini bisa dijadikan renungan sekaligus rujukan dalam memilih pemimpin ideal:
Suatu
saat Rasulullah SAW mengimami salat Isya. Setiap kali menggerakkan badannya
untuk sujud atau rukuk, terdengar bunyi menggerutup seolah-olah sendi-sendi
pada tubuh beliau bergeser antara satu sama yang lain. Para sahabat yang
menjadi makmum cemas. Mereka menyangka Rasulullah sedang sakit. Sayidina Umar
yang tidak tahan melihat keadaan baginda itu langsung bertanya setelah
selesai salat, ”Ya Rasulullah, kami
melihat seolah-olah tuan menanggung penderitaan yang amat berat. Apakah
Tuanku sakit?” Rasulullah menjawab, ”Tidak.
Alhamdulillah, aku sehat dan segar.’’
Mendengar
jawaban itu, sahabat Umar melanjutkan pertanyaannya, ”Lalu mengapa setiap kali Anda menggerakkan tubuh, kami mendengar
seolah-olah sendi bergesekan di tubuh Tuan? Kami yakin engkau sedang sakit.” Melihat kecemasan di wajah para sahabatnya,
Rasulullah pun mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Ternyata pada
perut Rasulullah yang kempis tampak dililiti sehelai kain berisi batu kerikil
untuk menahan rasa lapar. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi-bunyi
halus setiap kali tubuh Rasulullah bergerak.
Umar
memberanikan diri berkata, ”Ya
Rasulullah! Adakah bila Anda menyatakan lapar dan tidak punya makanan, lalu
kami hanya tinggal diam?” Rasulullah menjawab dengan lembut, ”Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun
akan engkau korbankan demi Rasul-mu ini. Tetapi, apakah yang akan aku jawab
di hadapan Allah nanti apabila aku sebagai pemimpin menjadi beban bagi
umatnya?”
Para
sahabat hanya tertegun. Rasulullah melanjutkan, ”Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah Allah buatku agar kelak tidak
ada umatku yang kelaparan di dunia ini, lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan
di akhirat kelak.’’
Itulah
figur pemimpin yang ideal. Pemimpin yang rela dirinya berlapar-lapar ria
sebelum rakyatnya terentas dari kungkungan kelaparan. Walaupun hanya seorang
adanya. Sangat kontras dengan penampilan pemimpin yang ada sekarang, bukan.
Mereka tidak malu tampil bermewah-mewah ketika masih banyak rakyat yang
kesulitan memenuhi hajat hidupnya. Memang sulit menemukan ciri-ciri
kepemimpinan seperti Rasulullah. Tapi, setidaknya di antara kedua pasang
capres-cawapres yang sedang bertarung, ada yang mendekati. Supaya lebih
mantap, setelah menemukan ciri-cirinya, silakan dilanjutkan salat Istikharah.
Insya Allah, capres pilihan Anda berkah bagi bangsa ini. Amiin. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar