Jumat, 11 Juli 2014

Pemimpin Visioner dan Keteladanan Bangsa

             Pemimpin Visioner dan Keteladanan Bangsa

Tendean Rustandy  ;   CEO PT Rawana Citamulia Tbk
KORAN SINDO, 08 Juli 2014
                                                


Setiap orang bisa menjadi pengusaha, namun tidak semua orang memiliki visi yang bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar. Seorang pengusaha visioner bukan saja memiliki visi.

Dia juga harus memiliki kemampuan untuk mewujudkan visi tersebut menjadi kenyataan. Perusahaan yang memiliki visi-misi dengan kepedulian sosial tinggi, dalam jangka panjang terbukti dapat mengungguli perusahaan yang tidak mengindahkan tanggung jawab sosial. Presiden ke-35 Amerika Serikat, John F Kennedy berkata, ”Jangan bertanya apa yang negara bisa berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang bisa kamu berikan kepada negaramu.”

Berpedoman kutipan di atas, ketika memulai usaha, kami memiliki visi sederhana, tetapi prinsipnya tetap memikirkan kepentingan bangsa dan negara. Visi ini bukan berlaku saat itu saja, tetapi kami harapkan eksis selamanya, yaitu ”Menjadi perusahaan yang terbaik dalam industri keramik” selaras dengan ”Mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan masyarakat dan negara.”

Dalam menjalankan visimisi di atas, setiap SDM memegang komitmen penuh dan melaksanakannya setulus hati. Dalam penerapannya, telah terbukti mampu membawa kami melewati beberapa masa krisis, seperti krisis 1997-1998, krisis subprime 2007-2009, dan krisis Eropa 2009-2012. Kami bukan hanya mampu melalui krisis, namun juga terus bertumbuh menjadi perusahaan yang mampu bersaing dengan produk dari China.

Maret lalu kami diundang sebagai salah satu panelis di Harvard Asia Business Conference yang diselenggarakan Harvard Business School dan Harvard Kennedy School of Public Policy. Topik yang diangkat, Creating a Share value in South East Asia . Kami bisa diundang karena mereka melakukan riset terhadap perusahaan-perusahaan di Indonesia yang memiliki kinerja sangat baik, sekaligus melakukan corporate sosial responsibility yang berbeda, yang out of the box dan hasilnya sangat dirasakan masyarakat.

Kami berbicara mengenai tiga masalah yang melandasi kami memulai usaha di Indonesia. Pertama yakni legal system. Kita memiliki landasan hukum cukup baik, tetapi mengapa penegakan hukum tidak bisa seperti negara maju. Persoalannya adalah manusia-manusianya, mulai pengusaha, penguasa, hingga ahli-ahli hukum berkolusi untuk mengambil kesempatan dalam kelemahan di dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

Apabila kita ingin perusahaan bertumbuh dengan konsisten secara sehat dan terbuka serta penguasa menjadi lebih akuntabel dan melayani, hanya satu pilihan, yaitu membawa perusahaan kita menjadi perusahaan publik. Bukan berarti perusahaan publik tidak melanggar aturan, melainkan juga compliance yang harus diikuti sangat jelas sehingga mengurangi terjadinya hal-hal yang merugikan pemegang saham minoritas, publik, pemerintah, dan karyawan.

Hukum dan peraturan adalah fundamental terpenting dalam membangun satu institusi yang kuat dan terpercaya. Kedua , sistem pendidikan. Kami mengamati hanya orang yang berada dan penduduk yang tinggal di kota besar yang memiliki akses pendidikan lebih baik. Inilah yang membuat pembangunan di daerahdaerah makin tertinggal karena kekurangan SDM berkualitas. Karena itu, penguasa dan pengusaha dituntut bekerja sama untuk berinvestasi, supaya bisa menciptakan lapangan kerja.

Bangsa yang maju adalah bangsa yang rakyatnya sejahtera dan memiliki sistem pendidikan baik. Banyak universitas terkemuka di Amerika Serikat yang lokasinya berada di daerah terpencil. Ini berbeda dengan di Indonesia, di mana universitas yang baik selalu berlokasi di kota-kota besar. Diperlukan penguasa visioner untuk membangun daerahnya secara struktural dan result oriented.

Penguasa yang bersih ditambah dengan SDM yang berkualitas pasti akan menjadi magnet dahsyat untuk menarik investasi. Pembangunan daerah yang berkelanjutan harus bersandar pada pembangunan sumber daya manusianya, bukan bergantung pada kekayaan sumber daya alamnya. Ketiga, mayoritas penduduk Indonesia masih miskin walaupun kita telah merdeka hampir 69 tahun.

Alasan utama, karena para pemimpin tidak memiliki kepedulian untuk menaati hukum yang berlaku dan kualitas pendidikan yang rendah. Pemerintah selalu mengatakan, warga negara yang baik adalah warga negara yang taat membayar pajak. Tetapi kenyataannya, banyak penguasa yang tidak menjadi contoh sesuai slogannya untuk mengajak masyarakat menjadi warga negara yang baik. Banyak penguasa yang tidak bertanggung jawab dengan sembarangan menghabiskan anggaran dari penerimaan pajak.

Bagaimana pemerintah mampu mengajak masyarakat dan pengusaha untuk membayar pajak, tetapi pajak yang diterima tidak dikelola dengan tertib. Tidaklah heran KPK banyak menangkap penguasa nakal, baik dari tingkat pusat maupun daerah. Malaysia banyak memiliki kesamaan dengan Indonesia. Sama-sama negara berkembang, sama-sama berasal dari rumpun Melayu, sama-sama negara bekas jajahan dan rakyatnya mayoritas muslim, samasama terletak di Asia Tenggara dan beriklim tropis.

Malaysia bertekad menjadi negara maju pada 2018, dua tahun lebih cepat dari target semula, yaitu 2020. Sementara itu, Presiden SBY menargetkan Indonesia menjadi negara maju pada 2030. Kita merdeka lebih dulu dari Malaysia dan memiliki sumber daya alam jauh lebih kaya, nyatanya mereka jauh lebih maju. Di wilayah perbatasan kedua negara pun, masyarakat mereka jauh lebih sejahtera dibandingkan masyarakat kita, dan desadesa mereka memiliki infrastruktur jauh lebih bagus.

Indonesia penuh dengan bermacam kekayaan alam, namun mayoritas rakyatnya tetap miskin. Ironisnya, para pejabat bisa hidup makmur dan menikmati hasil kekayaan alam yang berlimpah ruah. Persoalan ini akan terus terjadi karena pendidikan rakyat sangat tertinggal. SDM yang berprestasi selalu mencari kerja di segmen swasta. Sedikit dari mereka yang mau mengabdi bagi negara. Akibatnya para penguasa dipenuhi oleh orangorang serakah, serakah terhadap harta, serakah terhadap jabatan, dan mau berbuat apapun demi memenuhi hawa nafsunya.

Maka nasihat tokoh India, Mahatma Gandhi, yang mengatakan, ”Dunia ini menyediakan dengan berlimpah untuk memenuhi semua kebutuhan manusia, namun tidak cukup untuk memenuhi keserakahan manusia” adalah satu kebenaran yang perlu kita renungkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar