Pemimpin
Visioner dan Keteladanan Bangsa
Tendean Rustandy ; CEO PT Rawana Citamulia Tbk
|
KORAN
SINDO, 08 Juli 2014
Setiap orang bisa menjadi pengusaha, namun tidak semua orang memiliki
visi yang bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat sekitar. Seorang
pengusaha visioner bukan saja memiliki visi.
Dia juga harus memiliki kemampuan untuk mewujudkan visi tersebut menjadi
kenyataan. Perusahaan yang memiliki visi-misi dengan kepedulian sosial
tinggi, dalam jangka panjang terbukti dapat mengungguli perusahaan yang tidak
mengindahkan tanggung jawab sosial. Presiden ke-35 Amerika Serikat, John F
Kennedy berkata, ”Jangan bertanya apa yang negara bisa berikan kepadamu, tapi
tanyakan apa yang bisa kamu berikan kepada negaramu.”
Berpedoman kutipan di atas, ketika memulai usaha, kami memiliki visi
sederhana, tetapi prinsipnya tetap memikirkan kepentingan bangsa dan negara.
Visi ini bukan berlaku saat itu saja, tetapi kami harapkan eksis selamanya,
yaitu ”Menjadi perusahaan yang terbaik dalam industri keramik” selaras dengan
”Mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan masyarakat dan
negara.”
Dalam menjalankan visimisi di atas, setiap SDM memegang komitmen penuh
dan melaksanakannya setulus hati. Dalam penerapannya, telah terbukti mampu
membawa kami melewati beberapa masa krisis, seperti krisis 1997-1998, krisis
subprime 2007-2009, dan krisis Eropa 2009-2012. Kami bukan hanya mampu
melalui krisis, namun juga terus bertumbuh menjadi perusahaan yang mampu
bersaing dengan produk dari China.
Maret lalu kami diundang sebagai salah satu panelis di Harvard Asia
Business Conference yang diselenggarakan Harvard
Business School dan Harvard Kennedy
School of Public Policy. Topik yang diangkat, Creating a Share value in South East Asia . Kami bisa diundang
karena mereka melakukan riset terhadap perusahaan-perusahaan di Indonesia
yang memiliki kinerja sangat baik, sekaligus melakukan corporate sosial responsibility yang berbeda, yang out of the box dan hasilnya sangat
dirasakan masyarakat.
Kami berbicara mengenai tiga masalah yang melandasi kami memulai usaha
di Indonesia. Pertama yakni legal
system. Kita memiliki landasan hukum cukup baik, tetapi mengapa penegakan
hukum tidak bisa seperti negara maju. Persoalannya adalah manusia-manusianya,
mulai pengusaha, penguasa, hingga ahli-ahli hukum berkolusi untuk mengambil
kesempatan dalam kelemahan di dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.
Apabila kita ingin perusahaan bertumbuh dengan konsisten secara sehat
dan terbuka serta penguasa menjadi lebih akuntabel dan melayani, hanya satu
pilihan, yaitu membawa perusahaan kita menjadi perusahaan publik. Bukan
berarti perusahaan publik tidak melanggar aturan, melainkan juga compliance yang harus diikuti sangat
jelas sehingga mengurangi terjadinya hal-hal yang merugikan pemegang saham
minoritas, publik, pemerintah, dan karyawan.
Hukum dan peraturan adalah fundamental terpenting dalam membangun satu
institusi yang kuat dan terpercaya. Kedua , sistem pendidikan. Kami mengamati
hanya orang yang berada dan penduduk yang tinggal di kota besar yang memiliki
akses pendidikan lebih baik. Inilah yang membuat pembangunan di daerahdaerah
makin tertinggal karena kekurangan SDM berkualitas. Karena itu, penguasa dan
pengusaha dituntut bekerja sama untuk berinvestasi, supaya bisa menciptakan
lapangan kerja.
Bangsa yang maju adalah bangsa yang rakyatnya sejahtera dan memiliki
sistem pendidikan baik. Banyak universitas terkemuka di Amerika Serikat yang
lokasinya berada di daerah terpencil. Ini berbeda dengan di Indonesia, di
mana universitas yang baik selalu berlokasi di kota-kota besar. Diperlukan
penguasa visioner untuk membangun daerahnya secara struktural dan result oriented.
Penguasa yang bersih ditambah dengan SDM yang berkualitas pasti akan
menjadi magnet dahsyat untuk menarik investasi. Pembangunan daerah yang
berkelanjutan harus bersandar pada pembangunan sumber daya manusianya, bukan
bergantung pada kekayaan sumber daya alamnya. Ketiga, mayoritas penduduk
Indonesia masih miskin walaupun kita telah merdeka hampir 69 tahun.
Alasan utama, karena para pemimpin tidak memiliki kepedulian untuk
menaati hukum yang berlaku dan kualitas pendidikan yang rendah. Pemerintah
selalu mengatakan, warga negara yang baik adalah warga negara yang taat
membayar pajak. Tetapi kenyataannya, banyak penguasa yang tidak menjadi
contoh sesuai slogannya untuk mengajak masyarakat menjadi warga negara yang
baik. Banyak penguasa yang tidak bertanggung jawab dengan sembarangan
menghabiskan anggaran dari penerimaan pajak.
Bagaimana pemerintah mampu mengajak masyarakat dan pengusaha untuk
membayar pajak, tetapi pajak yang diterima tidak dikelola dengan tertib.
Tidaklah heran KPK banyak menangkap penguasa nakal, baik dari tingkat pusat
maupun daerah. Malaysia banyak memiliki kesamaan dengan Indonesia. Sama-sama
negara berkembang, sama-sama berasal dari rumpun Melayu, sama-sama negara
bekas jajahan dan rakyatnya mayoritas muslim, samasama terletak di Asia
Tenggara dan beriklim tropis.
Malaysia bertekad menjadi negara maju pada 2018, dua tahun lebih cepat
dari target semula, yaitu 2020. Sementara itu, Presiden SBY menargetkan
Indonesia menjadi negara maju pada 2030. Kita merdeka lebih dulu dari
Malaysia dan memiliki sumber daya alam jauh lebih kaya, nyatanya mereka jauh
lebih maju. Di wilayah perbatasan kedua negara pun, masyarakat mereka jauh
lebih sejahtera dibandingkan masyarakat kita, dan desadesa mereka memiliki
infrastruktur jauh lebih bagus.
Indonesia penuh dengan bermacam kekayaan alam, namun mayoritas
rakyatnya tetap miskin. Ironisnya, para pejabat bisa hidup makmur dan
menikmati hasil kekayaan alam yang berlimpah ruah. Persoalan ini akan terus
terjadi karena pendidikan rakyat sangat tertinggal. SDM yang berprestasi
selalu mencari kerja di segmen swasta. Sedikit dari mereka yang mau mengabdi
bagi negara. Akibatnya para penguasa dipenuhi oleh orangorang serakah,
serakah terhadap harta, serakah terhadap jabatan, dan mau berbuat apapun demi
memenuhi hawa nafsunya.
Maka nasihat tokoh India, Mahatma Gandhi, yang mengatakan, ”Dunia ini menyediakan dengan berlimpah
untuk memenuhi semua kebutuhan manusia, namun tidak cukup untuk memenuhi
keserakahan manusia” adalah satu kebenaran yang perlu kita renungkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar