Senin, 11 Juni 2012

Eromoko dan Pariwisata Domestik

Eromoko dan Pariwisata Domestik
Cyrillus Harinowo Hadiwerdoyo ; Pengamat Ekonomi
SUMBER :  SINDO, 11 Juni 2012


Pekan lalu berlangsung Tour de Singkarak, yang saya tahu merupakan lomba balap sepeda internasional di sepanjang Danau Singkarak di Sumatera Barat. Saya pernah melewati daerah itu dan merupakan salah satu pengagum keindahan daerah tersebut.
Kombinasi pemandangan danau dan gunung-gunung pada akhirnya merupakan suatu atraksi yang menarik, karena memiliki kemiripan dengan banyak daerah di Swiss maupun Selandia Baru. Saya angkat topi dengan acara tersebut, karena dengan demikian semakin banyak daerah tujuan wisata di Indonesia yang dipromosikan kepada masyarakat. Sumatera Barat memang sangat kaya dengan pemandangan alam yang indah.

Danau Maninjau merupakan suatu atraksi tersendiri bagi wisatawan. Demikian juga dengan Bukit Tinggi yang menurut hemat saya merupakan kota yang sangat turistik. Menginap di Kota Bukit Tinggi memungkinkan kita untuk menikmati pemandangan maupun suasana kota tersebut.Jika bangun pagi, kita memiliki kesempatan untuk berjalanjalan menikmati suasana kehidupan kota tersebut dalam udara yang masih segar.

Saya masih memiliki mimpi untuk mengunjungi Danau Diatas dan Danau Dibawah di daerah Pegunungan Kerinci yang saya dengar juga sangat indah. Bagi mereka yang bermukim di Jawa, ternyata Jawa Tengah juga memiliki kekayaan alam luar biasa.Banyak pemandangan yang tidak kita duga sebelumnya ternyata dapat kita temui di daerah yang tidak terlalu jauh dengan tempat kita tinggal.

Suatu kali saya pernah menulis di kolom ini mengenai kemiripan daerah sepanjang jalan Imogiri–Panggang– Saptosari di daerah barat Kabupaten Gunung Kidul dengan daerah Monterrey di California, terutama sepanjang jalan yang bernama ”Seventeen Miles drive”, yaitu jalan berliku-liku dari Kota Monterrey menuju lapangan golf Pebble Beach. Karena itu di tulisan tersebut saya menulis judul ”Monterrey di Gunung Kidul”.

Saya sungguh yakin jika secara serius digarap, daerah tersebut tidak kalah dengan daerah wisata di Pulau Bali, terutama Nusa Dua dan Jimbaran maupun Pecatu, yaitu kombinasi bukit karang dengan kebiruan laut di Pantai Selatan. Kekayaan alam yang sama baru saja saya temui dalam perjalanan dari Wonosari ke Wonogiri baru-baru ini. Kebetulan sekali saya diundang bicara oleh kelompok pengusaha Kristen di Solo, yaitu ”Full Gospel Fellowship”, tetapi saya memanfaatkannya dengan melakukan perjalanan tersebut.

Saya merasa bersyukur, ternyata dalam perjalanan tersebut saya menemukan banyak pemandangan sangat indah. Perjalanan dari Yogyakarta ke Wonosari saat ini bisa ditempuh dengan cepat karena jalannya yang lebar dan halus, bahkan jauh lebih halus dibandingkan dengan kebanyakan jalan raya di Jakarta. Di jalan itu pun kita sudah mulai bisa menikmati banyak pemandangan bagus, seperti pemandangan pegunungan di daerah Gading di dekat lapangan udara di tempat tersebut.

Keluar Kota Wonosari kita mulai mendapatkan jalan yang mulai naik turun, meskipun aspalnya tetap terpelihara halus dan tidak ada jalan yang berlubang. Kita akan melihat pemandangan gunung-gunung kapur yang indah di musim hujan (mungkin di musim panas akan tampak gersang). Di sepanjang jalan daerah tersebut, saya melihat dua pipa air minum yang besar di sepanjang jalan, bahkan di satu tempat naik sampai ke puncak gunung.

Ini adalah jalur air minum yang dibangun oleh berbagai pihak untuk membantu masyarakat Gunung Kidul memperoleh air minum,sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup mereka. Selepas Wonosari, kita melalui beberapa desa sebelum akhirnya sampai daerah yang bernama Pracimantoro. Ini adalah kota yang lekat dengan masa kecil mantan presiden kita, Pak Harto. Dari Pracimantoro, perjalanan melalui suatu daerah yang bernama Eromoko.

Di tempat inilah, saya merasakan suatu kekaguman pemandangan gunung yang berlapis-lapis, makin lama makin jauh dengan gradasi yang semakin lama semakin pudar. Kebetulan sekali matahari sudah mulai memerah di punggung bukit, sehingga sungguh melahirkan pemandangan yang indah. Saya pernah mengalami pengalaman yang sama mengagumi pemandangan seperti itu yaitu di daerah Prancis Selatan.

Tepatnya di depan stasiun kereta api Lourdes, kota tempat peziarahan umat Katolik sedunia. Di kafe di stasiun tersebut, kita melihat pemandangan gunung yang berlapis-lapis melahirkan suatu imajinasi yang bagi saya luar biasa. Dengan secangkir cokelat panas dalam udara yang sejuk, sungguh itu merupakan suatu pesta bagi mata, bagi lidah dan bagi keseluruhan imajinasi kita.

Setelah melalui Wuryantoro mendekati Wonogiri, kita akan melewati Bendungan Gajah Mungkur. Bendungan ini memiliki banyak fungsi, baik untuk menjinakkan Sungai Bengawan Solo di hulunya, untuk sumber air minum, maupun juga untuk menjadi tempat pemeliharaan ikan maupun juga tujuan wisata. Bagi saya, yang jelas bendungan tersebut juga melahirkan suatu pemandangan indah.

Jika di daerah utara Milan, Italia, kita menemukan daerah yang bernama Lugano dengan danaunya yang indah, maka bendungan Gajah Mungkur juga menawarkan pemandangan sangat menarik. Bahkan, bendungan tersebut juga melahirkan suatu cerita karena penduduk desa yang dipergunakan bendungan tersebut dewasa ini banyak yang menjadi transmigran sukses di Sumatera. Dengan melakukan perjalanan tersebut, saya melihat kemungkinan bagi promosi daerah tersebut untuk tujuan pariwisata.

Jika di sepanjang tepi Danau Singkarak kita bisa menyaksikan olahraga bersepeda yang bernama Tour de Singkarak, Garuda bersama Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) beserta Jawa Tengah tentunya juga dapat mensponsori acara bersepeda Tour de Wonogiri atau mungkin Tour de Southern Mountain, biar kelihatannya lebih menarik minat.

Dengan pengenalan daerah secara sedemikian, secara ekonomis daerah tersebut akan mampu untuk berkembang lebih cepat sehingga kehidupan masyarakat daerah tersebut juga akan menjadi lebih baik. Seperti halnya daerah barat Gunung Kidul yang memiliki kemiripan dengan daerah Monterrey di California, maka daerah sepanjang Wonosari dan Wonogiri sebetulnya juga sangat layak untuk dikembangkan.

Aksesnya yang sangat mudah, yaitu hanya satu jam dari bandara Yogyakarta, memungkinkan bagi para wisatawan domestik maupun mancanegara untuk melakukan perjalanan ke sana. Saya bahkan berpikir bahwa di daerah tersebut sangat mungkin juga dikembangkan rumah-rumah peristirahatan bagi orang-orang tua, yang bisa dimanfaatkan kepada masyarakat Eropa, terutama warga Belanda, untuk menghabiskan waktu musim dingin mereka.

Dengan suatu paket tiket Garuda yang cukup murah dari Amsterdam, dengan dikombinasikan tempat peristirahatan yang baik, bukan tidak mungkin hal tersebut menjadi suatu ide bisnis untuk dikembangkan. Inilah salah satu bentuk pengembangan pariwisata yang memiliki potensi yang besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar